MERGER
(Penggabungan)
A.
PENDAHULUAN
Dalam aksi
korporasi, hukum bisnis Indonesia mengenal adanya beberapa tindakan korporasi
diantaranya adalah Akuisisi (pengambilalihan), Merger (penggabungan),
Konsolidasi (peleburan), dan Pemisahan (splitting) (selanjutnya disebut sebagai “AMKP”).
Pada umumnya suatu perusahaan melakukan salah satu tindakan tersebut untuk
tujuan restrukturisasi perusahaan, ekspansi perusahaan, ataupun untuk memenuhi
Peraturan perundang-undangan.
Namun, banyak dari
perusahaan di Indonesia melakukan tindakan-tindakan tersebut di atas terlebih
untuk menghindari terjadinya permasalahan-permasalahan keuangan yang
terus-menerus mengalami kerugian. Dan biasanya, Akuisisi (pengambilalihan),
Merger (penggabungan), Konsolidasi (peleburan) dikelompokan menjadi bagian yang
terpisah dari Pemisahan. Hal tersebut dikarenakan Akuisisi, Merger, dan
Konsolidasi dilakukan untuk tujuan yang lebih besar dengan cara memperbesar
asset atau ekspansi, sedangkan Pemisahan dilakukan semata-mata hanya untuk
perampingan asset atau kegiatan usaha perusahaan agar lebih efisien dari
keadaan sebelumnya.
B.
DEFINISI UMUM MERGER
Ketentuan
dan definisi mengenai AMKP ini telah diatur dalam Pasal 122 Undang-undang Nomor
40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas[1].
Dengan keberadaan Perseroan Terbatas tersebut dalam dunia usaha sangatlah
penting dalam kegiatan pembangunan ekonomi dunia dalam arus globalisasi dan
liberalisasi perekonomian. Oleh karena itu, Pemerintah melakukan suatu suatu
bentuk dukungan dan memfasilitasi akan realisasi pertumbuhan perekonomian
Indonesia dengan membentuk suatu peraturan-peraturan yang akan menjadi wadah
dan pedoman dalam melakukan tindakan korporasi Merger ini[2].
Merger adalah
proses difusi atau penggabungan dua perseroan dengan
salah satu diantaranya tetap berdiri dengan nama perseroannya sementara yang
lain lenyap dengan segala nama dan kekayaannya dimasukan
dalam perseroan yang tetap berdiri tersebut[3]. Merger dalam bahasa Inggris berarti
“Penggabungan”, sedangkan dalam bahasa Latin berarti “bergabung bersama,
menyatu, atau berkombinasi yang menyebabkan hilangnya identitas karena terserap
sesuatu”.
Sehingga berdasarkan pernyataan tersebut diatas, Merger berarti adalah
suatu tindakan ekspansi perusahaan atau restrukturisasi perusahaan melalui cara
yaitu menggabungkan dua perusahaan atau lebih dimana hanya ada satu perusahaan
dan salah satu perusahaan yang menggabungkan diri menjadi bubar karena hukum
tanpa likuidasi terlebih dahulu.
Menurut M.E. Hitt[4], Merger merupakan suatu strategi
bisnis yang diterapkan dengan menggabungkan antara dua atau lebih perusahaan
yang setuju menyatukan kegiatan operasionalnnya dengan basis yang relative
seimbang karena mereka memiliki sumber daya dan kapabilitas yang secara
bersama-sama dapat menciptakan keunggulan kompetitif yang lebih kuat.
Banyak
hal dalam mendefinisikan Merger ini terhadap suatu tindakan korporasi yang
notabene makna dan tujuannya tersebut adalah sama diataranya:
Menurut Investopedia[5]:
“The combining of two or more companies, generally by
offering the stockholders of one company securities in the acquiring company in
exchange for the surrender of their stock.”
“Basically, when two companies become one. This decision is
usually mutual between both firms.”
Terjemahan bebas:
“Suatu kombinasi dari dua atau lebih perusahaan,
yang pada umumnya dengan menawarkan para
pemegang saham satu perusahaan efek pada perusahaan yang mengambilalih dengan
imbalan penyerahan saham mereka."
"Pada dasarnya,
ketika kedua perusahaan menjadi satu, keputusan ini biasanya saling
menguntungkan kedua perusahaan.”
Menurut Black’s Law Dictionary:
“The
fusion or absorption of one thing or right into
another; generally spoken of a case where
one of the subjects is of less dignity or
importance than the other. Here the less important ceases to have an independent existence[6] . .
. .”
Terjemahan bebas:
“Suatu
penyatuan atau penggabungan sesuatu hal atau hak kepada yang lainnya; pada
umumnya membicarakan mengenai suatu hal tertentu dimana suatu subjek tertentu
adalah lebih rendah kedudukannya atau lebih rendah kepentingannya dari pada
yang lain. Dalam hal ini suatu kepentingan yang lebih rendah tersebut tidak
dapat lagi memiliki eksistensi yang independen. . . .”
Menurut para pakar:
Merger adalah penggabungan dua perusahaan menjadi satu,
dimana perusahaan yang menggabungkan diri mengambil/membeli semua aset dan kewajiban/liabilities
perusahaan yang menerima Merger tersebut. Dengan begitu perusahaan yang melakukan
Merger memiliki paling tidak 50% saham dan perusahaan yang menerima Merger
berhenti beroperasi dan pemegang sahamnya menerima sejumlah uang tunai atau
saham di perusahaan yang baru[7].
Menurut Undang-undang dan Peraturan Pemerintah:
Undang-undang Nomor
40 Tahun 2007 Pasal 1 angka 9[8]:
Merger adalah
perbuatan hukum yang dilakukan oleh 1 (satu) perseroan atau lebih untuk
menggabungkan diri dengan perseroan lain yang telah ada yang mengakibatkan
aktiva dan pasiva dari perseroan yang menggabungkan diri tersebut beralih
karena hukum kepada perseroan yang menerima penggabungan dan selanjutnya status
badan hukum perseroan yang menggabungkan diri tersebut berakhir karena hukum.
Peraturan Pemerintah
Nomor 27 tahun 1998[9]:
Merger dapat
diartikan adalah suatu perbuatan hukum yang dilakukan oleh satu perseroan atau
lebih untuk menggabungkan diri dengan perseroan lain yang telah ada dan
selanjutnya perseroan yang menggabungkan diri menjadi bubar.
Peraturan Pemerintah
Nomor 57 tahun 2010 Pasal 1 angka1[10]:
Merger dapat
diartikan sebagai suatu perbuatan hukum yang dilakukan oleh satu atau lebih
badan usaha untuk menggabungkan diri dengan badan usaha lainnya yang telah ada
yang mengakibatkan aktiva dan pasiva dari badan usaha yang menggabungkan diri
menjadi beralih karena hukum kepada badan usaha yang menerima penggabungan dan
selanjutnya status badan usaha yang melakukan penggabungan menjadi berakhir
karena hukum.
Namun ternyata, apabila
kita merujuk kembali kepada ketentuan PP No. 57 tahun 2010 Pasal 1 angka 1 di
atas bila dibandingkan dengan Pasal 1 angka 6[11],
pengertian badan usaha adalah perusahaan atau badan usaha baik yang berbentuk
badan hukum maupun bukan badan hukum yang menjalankan suatu bentuk kegiatan
yang bersifat tetap dan terus-menerus dengan tujuan untuk memperoleh laba. Ini
berarti, pada istilah badan hukum,
ternyata kegiatan usaha Merger dapat dilakukan oleh perusahaan (badan usaha) yang berbadan hukum seperti Perseroan
Terbatas (PT), Koperasi, dan perusahaan bukan badan hukum seperti perusahaan
perseorangan (UD dan PD), atau perusahaan persekutuan (CV dan Firma). Dan tentu
saja Merger tersebut hanya bias dilakukan terhadap perusahaan yang sejenis,
seperti Merger PT dengan PT, Koperasi dengan Koperasi, dan sejenisnya.
Kita dapat melihat
bahwa pada pokoknya tindakan korporasi Merger ini dilakukan untuk tujuan-tujuan
dan alasan pengembangan usaha serta mempertahankan eksistensi perusahaan itu
sendiri agar lebih berkembang. Adapun alasan-alasan pokok yang mendasari
perusahaan dalam melakukan Merger sebagai berikut[12]:
1.
Pertumbuhan
atau diversifikasi
Perusahaan yang menginginkan
pertumbuhan yang cepat, baik ukuran, pasar saham, maupun diversifikasi usaha
dapat melakukan Merger. Perusahaan tidak memiliki resiko adanya produk baru.
Selain itu, jika melakukan ekspansi dengan merger, maka perusahaan dapat
mengurangi perusahaan pesaing atau mengurangi persaingan.
2. Sinergi
Sinergi dapat tercapai ketika merger
menghasilkan tingkat skala ekonomi (economies
of scale). Tingkat skala ekonomi terjadi karena perpaduan biaya overhead meningkatkan pendapatan yang
lebih besar daripada jumlah pendapatan perusahaan ketika tidak Merger. Sinergi
tampak jelas ketika perusahaan yang melakukan Merger berada dalam bisnis yang
sama karena fungsi dan tenaga kerja yang berlebihan dapat dihilangkan.
3.
Meningkatkan
dana
Banyak perusahaan tidak dapat
memperoleh dana untuk melakukan ekspansi internal, tetapi dapat memperoleh dana
untuk melakukan ekspansi eksternal. Perusahaan tersebut menggabungkan diri
dengan perusahaan yang memiliki likuiditas tinggi sehingga menyebabkan
peningkatan daya pinjam perusahaan dan penurunan kewajiban keuangan. Hal ini
memungkinkan meningkatnya dana dengan biaya rendah.
4.
Menambah
ketrampilan manajemen atau teknologi
Beberapa perusahaan tidak dapat
berkembang dengan baik karena tidak adanya efisiensi pada manajemennya atau
kurangnya teknologi. Perusahaan yang tidak dapat mengefisiensikan manajemennya dan
tidak dapat membayar untuk mengembangkan teknologinya, dapat menggabungkan diri
dengan perusahaan yang memiliki manajemen atau teknologi yang ahli.
5.
Pertimbangan
pajak
Perusahaan dapat membawa kerugian
pajak sampai lebih 20 tahun ke depan atau sampai kerugian pajak dapat
tertutupi. Perusahaan yang memiliki kerugian pajak dapat melakukan akuisisi
dengan perusahaan yang menghasilkan laba untuk memanfaatkan kerugian pajak.
Pada kasus ini perusahaan yang mengakuisisi akan menaikkan kombinasi pendapatan
setelah pajak dengan mengurangkan pendapatan sebelum pajak dari perusahaan yang
diakuisisi. Bagaimanapun Merger tidak hanya
dikarenakan keuntungan dari pajak, tetapi berdasarkan dari tujuan memaksimisasi
kesejahteraan pemilik.
6.
Meningkatkan
likuiditas pemilik
Merger antar perusahaan memungkinkan
perusahaan memiliki likuiditas yang lebih besar. Jika perusahaan lebih besar,
maka pasar saham akan lebih luas dan saham lebih mudah diperoleh sehingga lebih
likuid dibandingkan dengan perusahaan yang lebih kecil.
7.
Melindungi
diri dari pengambilalihan
Hal ini terjadi ketika sebuah
perusahaan menjadi target pengambilalihan yang tidak bersahabat. Pelaku Merger
mengakuisisi perusahaan lain, dan membiayai pengambilalihannya dengan hutang,
karena beban hutang ini, kewajiban perusahaan menjadi terlalu tinggi untuk
ditanggung oleh perusahaan yang menerima Merger.
Dari keseluruhan definisi dan alasan di
atas, definisi Merger ini dipandang oleh Brian Coyle[13] memiliki
definisi yang luas dan sempit. Dalam definisi luas,
Merger menunjuk pada setiap bentuk pengambilalihan suatu perusahaan oleh
perusahaan lain, pada saat kegiatan usaha dari kedua perusahaan tersebut
disatukan. Sedangkan dalam definisi sempit merujuk pada kedua perusahaan
dengan ekuitas yang hamper sama, menggabungkan sumber-sumber daya yang ada pada
perusahaan menjadi satu bentuk usaha.
C.
KONSEP
MERGER TERHADAP HUTANG DAN MODAL
Secara konseptual,
Merger dapat di simulasikan sebagai berikut:
PT X ---------->
PT Y = PT Y
Dari simulasi
tersebut, dapat digambarkan bahwa setelah PT X bergabung dengan PT Y, maka
eksistensi dari PT X berakhir dengan sendirinya karena hukum dan hanya ada satu
eksistensi dari suatu badan usaha tersebut yaitu hanya ada eksistensi PT Y.
Dengan terjadinya suatu proses tersebut, maka seluruh aktiva (Modal) dan pasiva
(Hutang) miliki PT X beralih menjadi miliki PT Y.
Dari apa yang
disumulasikan pada bagian tersebut di atas, Tri Budiyono dalam bukunya (Hukum Perusahaan)[14],
terdapat beberapa unsur esensial terhadap Merger tersebut diantaranya:
1. Merger
merupakan suatu perbuatan hukum dimana perbuatan hukum tersebut melahirkan
akibat hukum berupa hak dan kewajiban;
2.
Merger
dilakukan oleh karena ha penting yang pada dasarya meliputi keseluruhan aktiva
dan pasiva;
3. Merger
hanya menyisakan satu badan usaha yang tetap ada, sedangkan keberadaan dari
badan usaha lain setelah melakukan penggabungan menjadi berakhir karena hukum.
D.
AKIBAT HUKUM DAN
KLASIFIKASI MERGER
AKIBAT HUKUM MERGER[15]
Sudah pasti dari
perbuatan hukum Merger ini akan mengakibatkan akibat hukum yang apabila
diklasifikasikan, maka akibat hukumnya adalah sebagai berikut:
1.
Akibat
hukum terhadap aktiva dan pasiva
Terhadap aktiva dan
pasiva perusahaan yang menggabungkan diri, demi hukum akan beralih
keseluruhannya kepada perusahaan yang menerima penggabungan.
2.
Akibat
hukum kepada pemegang saham
Pemegang saham dari
perusahaan yang menggabungkan diri, karena hukum menjadi pemegang saham
perseroan yang menerima penggabungan.
3.
Akibat
hukum pada perusahaan yang menggabungkan diri
Merger suatu
perusahaan akan membawa implikasi terhadap perusahaan yang sebelumnya ada dan
terlibat dalam proses penggabungan diri, yaitu:
a)
Perusahaan
yang menggabungkan diri berakhir demi hukum sejak tanggal terjadinya
penggabungan mulai berakhir;
b) Perseroan
yang menerima penggabungan, eksistensi atau keberadaan hukumnya tetap
dipertahankan.
KLASIFIKASI MERGER[16]
Secara teoritis,
Merger dapat diklasifikasikan sebagai berikut:
1.
Merger
Horizontal (Horizontal Merger)
Merger horizontal
merupakan penggabungan 2 (dua) perusahaan atau lebih dalam kegiatan usaha yang
sama. Misalnya penggabungan 2 (dua) perusahaan atau lebih memiliki kegiatan
usaha yang sama dibidang perbankan.
2.
Merger
Vertikal (Vertical Merger)
Merger Vertikal
merupakan penggabungan 2 (dua) perseroan atau lebih yang memiliki kegiatan
usaha dalam jalur hulu-hilir. Maksudnya, antara perusahaan yang menggabungkan
diri tersebut terhubung usaha yang bersifat input
dan output.
3.
Merger
Konglomerat (Conglomerate Merger)
Merger ini merupakan
penggabungan 2 (dua) perseroan atau lebih yang tidak memiliki kesamaan bidang
usaha. Sehingga aktivitas bisnis tidak terkaitkan sama sekali antara perusahaan
yang menggabungkan diri dengan perusahaan yang menerima penggabungan.
4.
Merger
Kongentif (Congentif Merger)
Merger Kongentif ini
merupakan penggabungan 2 (dua) perseroan atau lebih yang kegiatan usahanya
sejenis atau dalam industry yang sama, tetapi tidakmemproduksi barang yang sama
dan juga tidak ada keterkaitan input
dan output.
E.
TATA CARA
PELAKSANAAN MERGER
Dalam
melaksanakan Merger, harus tunduk pada ketentuan dan syarat-syarat yang telah
ditentukan dalam Undang-undang. Ketentuan mengenai tata cara pelaksanaan Merger
ini diatur pada UUPT No. 40 Tahun 2007 Pasal 122 sampai Pasal 133[17].
Adapun tata cara pelaksanaannya sebagaimana diuraikan sebagai berikut:
1.
Direksi
Perseroan yang akan menggabungkan diri dan menerima Penggabungan menyusun
racangan Penggabungan dan harus mendapatkan persetujuan Dewan Komisaris dari
setiap Perseroan selanjutnya diajukan kepada RUPS masing-masing untuk
mendapatkan persetujuan.
Adapun rancangan
penggabungan tersebut harus memuat:
a.
Nama
& tempat kedudukan dari setiap Perseroan yang akan melakukan Penggabungan;
b. Alasan
serta penjelasan Direksi Perseroan yang akan melakukan penggabungan dan
Persyaratan Penggabungan;
c.
Tata
cara penilaian dan konversi saham Perseroan
yang menggabungkan diri terhadap saham Perseroan yang menerima
Penggabungan;
d. Rancangan
perubahan anggaran dasar Perseroan yang menerima Penggabungan apabula ada;
e.
laporan
keuangan yang meliputi 3 tahun buku terakir dari setiap Perseroan yang akan
melakukan Penggabungan;
f.
Rencana
kelanjutan atau pengakhiran kegiatan usaha dari perseroan yang akan melakukan
Penggabungan;
g.
Neraca
proforma Perseroan yang menerima Penggabungan sesuai dengan prinsip akuntansi
yang berlaku umum di Indonesia;
h.
Cara
penyelesaian status, hak dan kewajiban anggota
Direksi, Dewan Komisaris, dan karyawan Perseroan yang akan melakukan
Penggabungan diri;
i.
Cara
penyelesaian hak dan kewajiban Perseroan yang akan menggabungkan diri terhadap
pihak ketiga;
j.
Cara
penyelesaian hak pemegang saham yang tidak
setuju terhadap Penggabungan Perseroan;
k.
Nama
anggota Direksi dan Dewan Komisaris serta gaji, honorarium dan tunjangan bagi
anggota Direksi dan Dewan Komisaris Perseroan yang menerima Penggabungan;
l.
Perkiraan
jangka waktu pelaksanaan Penggabungan;
m. Laporan mengenai
keadaan, perkembangan, dan hasil yang
dicapai dari setiap Perseroan yang akan melakukan Penggabungan;
n.
Kegiatan
utama setiap Perseroan yang melakukan Penggabungan dan Perubahan yang terjadi selama tahun buku yang
sedang berjalan; dan
o.
Rincian
masalah yang timbul selama tahun buku yang sedang berjalan yang mempengaruhi
kegiatan Perseroan yang akan melakukan Penggabungan.
2.
Bagi
Perseroan tertentu yang akan melakukan Penggabungan perlu mendapat persetujuan
terlebih dahulu dari instansi terkait sesuai dengan ketentuan
perundang-undangan.
3.
Penggabungan
Perseroan wajib memperhatikan kepentingan:
a)
Perseroan,
pemegang saham minoritas, karyawan Perseroan;
b)
Kreditor
dan mitra usaha lainnya dari Perseroan; dan
c)
Masyarakat
dan persaingan sehat dalam melakukan usaha.
4.
Pemegang
saham yang tidak setuju terhadap keputusan RUPS mengenai Penggabungan
sebagaimana dimaksud diatas hanya boleh melakukan haknya untuk meminta kepada
Perseroan agar sahamnya dibeli dengan harga yang wajar.
5.
Keputusan
RUPS mengenai Penggabungan Perseroan harus memenuhi jumlah kuorum yang telah
ditentukan.
6.
Direksi
Perseroan yang akan melakukan Penggabungan wajib
mengumumkan ringkasan rancangan paling sedikit dalam 1 (satu) Surat Kabar dan
mengumumkan secara tertulis kepada karyawan dari Perseroan yang akan melakukan
Penggabungan dalam jangka waktu paling lambat 30 (tigapluh) hari sebelum
pemanggilan RUPS. Pengumuman tersebut juga memuat pemberitahuan bahwa pihak
yang berkepentingan dapat memperoleh rancangan Penggabungan di kantor Perseroan
terhitung sejak tanggal pengumuman sampai tanggal RUPS diselenggarakan.
7.
Rancangan
Penggabungan yang telah di setujui RUPS dituangkan ke dalam akta Penggabungan
yang dibuat di hadapan notaries dalam bahasa Indonesia.
8.
Salinan
akta Penggabungan Perseroan dilampirkan pada:
a)
pengajuan
permohonan untuk mendapatkan persetujuan Menteri;
b)
penyampaian
pemberitahuan kepada Menteri tentang perubahan anggaran dasar.
9.
Jika
Penggabungan Perseroan tidak disertai perubahan anggaran dasar, salinan akta
Penggabungan harus disampaikan kepada Menteri untuk dicatat dalam daftar
Perseroan.
10.
Direksi
Perseroan yang menerima Penggabungan wajib mengumumkan hasil Penggabungan dalam
1 (satu) Surat Kabar atau lebih dalam jangka waktu paling lambat 30 (tigapuluh)
hari terhitung sejak tanggal berlakunya Penggabungan,
[1] Lihat Undang-undang Negara Republik
Indonesia Nomor 40 tahun 2007, Pasal 122
[2] Peraturan Pemerintah Nomor 27 tahun
1998 tentang Merger, Akuisisi, dan Konsolidasi
[3] http://id.wikipedia.org/wiki/Merger
[4] M.E. Hitt., dkk., “Strategic Management”., South Western
College Publishing: 2000
[5] http://www.investopedia.com/terms/m/merger.asp#axzz1sYby4yYr
[6] Brian A. Garner., “Black’s Law Dictionary”, Ninth Edition,
Thompson West, 25 June 2009
[7] Brealey, Myers, & Marcus, 1999, Hal. 598
[8] Lihat Undang-undang Negara Republik
Indonesia Nomor 40 tahun 2007, Pasal 1 angka 9
[9] Lihat Peraturan Pemerintah Nomor 27
tahun 1998, tentang Penggabungan, Peleburan, dan Pengambilalihan Perseroan
Terbatas
[10] Lihat Peraturan Pemerintah Nomor 57
Tahun 2010 Pasal 1 angka 1
[11] Lihat Peraturan Pemerintah Nomor 57
Tahun 2010 Pasal 1 angka 1
[12] Gitman, 2003, Hal. 714-716
[13] Brian Coyle., “Mergers and Acquisitions”, Amacom, New York
[14] Budiyono Tri, S.H., M.Hum., “Hukum Perusahaan”, Griya Media:
Februari 2011, Hal. 204-205
[15] M. Yahya Harahap, “Hukum Perseroan Terbatas”, Sinar
Grafika: 2009, Hal. 485
[16] Budiyono Tri, S.H., M.Hum., Op. Cit. Hal 208-209
[17] Lihat Undang-undang Nomor 40 Tahun
2007 tentang Perseroan Terbatas.