A. DEFINISI
AKUISISI ATAU PENGAMBILALIHAN
Menurut Prof. Felix Oentoeng Soebagjo, akuisisi
perusahaan itu pada dasarnya berbeda dengan merger dan juga berbeda
dengan dengan konsolidasi (peleburan). Jika yang dilakukan adalah akuisisi
perusahaan, maka baik pihak yang melakukan akuisisi maupun pihak yang
diakuisisi tetap eksis. Pihak yang melakukan akuisisi tersebut akan menjadi
pengendali dari pihak yang akan di akuisisi. Perbedaannya dengan merger
adalah bahwa pada suatu merger yang dilakukan secara penuh dan tuntas, akan
menjadikan salah satu diantara pihak-pihak yang akan melakukan merger menjadi surviving
company, sedangkan pihak-pihak lainnya merupakan disappearing company.
Di lain pihak, jika para pihak memilih melakukan konsolidasi, maka yang akan
menjadi surviving company adalah perusahaan yang baru yang didirikan
oleh para pihak sedangkan perusahaan yang menjadi peserta peleburan menjadi pendiri
dari perusahaan disappearing company.
Pasal 1 angka 11 Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007
tentang Perseroan Terbatas (selanjutnya disebut UUPT), diatur mengenai definisi
pengambilalihan adalah sebagai berikut :
"Pengambilalihan adalah perbuatan hukum yang
dilakukan oleh Badan Hukum atau orang perseorangan untuk mengambilalih saham
Perseroan yang mengakibatkan beralihnya pengendalian atas Perseroan
tersebut".
Berdasarkan definisi pengambilalihan sebagaimana yang
dimaksud diatas, maka dapat ditarik beberapa unsur yang melekat dalam
pengambilalihan antara lain, yaitu :
1. Pengambilalihan
adalah suatu perbuatan hukum;
2. Pihak yang
mengambilalih adalah orang atau Badan Hukum;
3. Metode
pengambilalihan dengan cara melakukan pengambilalihan saham; dan
4. Pengambilalihan
saham itu dapat mengakibatkan beralihnya pengendalian atas Perseroan Terbatas
tersebut.
5. Menurut
Prof. Felix Oentoeng Subagjo, pengambilalihan saham yang diambilalih tersebut
harus bersifat signifikan dimana pengambilalihan saham tersebut memungkinkan
orang atau badan hukum yang mengambilalih itu dapat mengendalikan Perseroan
yang diambilalih, dan jika saham yang diambilalih tersebut tidak signifikan
atau yang bersangkutan hanya menjadi pemegang saham mayoritas di Perseroan yang
bersangkutan, maka pengambilalihan tersebut tidak dapat dikategorikan sebagai
pengambilalihan atau akuisisi.
B. KLASIFIKASI
PENGAMBILALIHAN PERSEROAN
Pengambilalihan saham atas perseroan dapat dipandang
melalui 3 (tiga) sisi, yakni menurut jenis usaha perseroan yang dikaitkan dengan
pemasaran, menurut subjek yang melakukan pengambilalihan, dan dilihat dari segi
objek transaksi pengambilalihan.
Berdasarkan jenis usaha perseroan atau yang
dikaitkan dengan pemasaran, pengambilalihan dapat dibedakan menjadi :
1. Pengambilalihan Horizontal yakni pengambilalihan yang bertujuan untuk
mengambilalih Perseroan pesaing secara langsung yang mempunyai produk barang
atau jasa yang sama ataupun memiliki wilayarah pemasaran yang sama. Contohnya
adalah pengambilalihan saham PT H.M. SAMPOERNA, Tbk yang diambilalih oleh
PHILIP MORRIS, Ltd.
2. Pengambilalihan Vertikal adalah pengambilalihan yang bertujuan untuk menguasai
sejumlah mata rantai produksi dan distribusi dari hulu sampai hilir. Misalnya,
PT X adalah Perseroan yang memproduksi mie instant mengambil alih PT Y yang
merupakan produsen tepung terigu dimana industri tepung terigu merupakan hulu
dari industri mie instant.
3. Pengambilalihan Konglomerat adalah pengambilalihan yang ditujukan untuk
mengambilalih Perseroan lain yang tidak memiliki kaitan bisnis secara langsung
dengan Perseoran yang diambilalih.
Apabila dilihat dari sisi subjek yang
melakukan pengambilalihan, maka dapat dibedakan atas :
1. Pengambilalihan Eksternal yakni merupakan pengambilalihan yang terjadi dalam
dua Perseroan atau lebih dan tidak berada dalam 1 (satu) holding company.
Contohnya adalah pengambilalihan PT H.M. SAMPOERNA, Tbk yang diambilalih oleh
PHILP MORRIS, Ltd.
2. Pengambilalihan Internal adalah pengambilalihan dimana baik Perseroan yang
diambilalih maupun Perseroan yang akan diambilalih berada dalam 1 (satu)
holding company. Contohnya, pengambilalihan yang pernah dilakukan oleh BAKRI
& BROTHERS terhadap PT INDOCOPPER INVESTAMA CORPORATION, dimana PT
INDOCOPPER INVESTAMA CORPORATION merupakan anak perusahaan dari PT BAKRI &
BROTHERS.
Apabila dilihat dari segi objek transaksi
pengambilalihan, pengambilalihan atau akuisisi dapat dibedakan sebagai
berikut :
1. Akusisi Saham, dimana
pihak yang mengambilalih atau mengakuisisi perusahaan yang diambilalih secara
signifikan yang memungkinkan pihak yang mengambilalih mampu memegang kendali
atas management perusahaan target. Untuk itu, dalam rangka melakukan akusisi
saham tersebut, seseorang atau badan hukum harus menjadi pemegang saham
mayoritas dalam suatu Perseroan.
2. Akusisi Asset, dimana
yang diambilalih adalah aset perseroan target dengan atau tanpa ikut
mengambilalih seluruh kewajiban Perseroan target terhadap pihak ketiga. Sebagai
kontraprestasi dari akuisisi ini, pihak yang mengakuisisi memberikan suatu
harga yang pantas dengan cara yang sama seperti akuisisi saham.
3. Akuisisi Kombinasi, dimana pengambilalihan merupakan kombinasi antara akuisisi saham dan
akuisisi asset. Misalnya dilakukan akuisisi sebesar 50% (lima puluh persen)
asset perusahaan target. Demikian juga dengan kontraprestasinya, dapat saja
dibayar sebagian dengan tunai dan sebagian lagi dengan saham perusahaan
pengambilalih.
4. Akusisi Bertahap, dimana akuisisi tersebut tidak dilaksanakan sekaligus. Misalnya,
Perseroan target memberikan convertible bonds (obligasi yang dapat
dikonversi menjadi saham), sementara Perseroan pengambilalih menjadi
pembelinya. Dalam hal ini, pada tahap pertama, pihak yang mengambilalih
memberikan dana ke Perseroan target melalui pembelian bonds (obligasi).
Pada tahap selanjutnya, obligasi tersebut dengan ditukar saham, jika kinerja
Perseroan yang akan diambilalih membaik.
5. Akusisi Kegiatan Usaha, dimana kegiatan usaha yang diambilalih hanya
kegiatan usaha termasuk jaringan bisnis, alat produksi, hak kekayaan
intelektual dan lain sebagainya.
Dari klasifikasi mengenai objek transaksi
pengambilalihan diatas, UUPT hanya mengakui transaksi pengambilalihan saham
sebagai satu-satunya mekanisme pengambilalihan saham.
C. TAHAPAN
PENGAMBILALIHAN
Pengambilalihan saham harus dilakukan dengan cara
melakukan pengambilalihan saham secara signifikan atas saham yang telah
dikeluarkan dan/atau yang akan dikeluarkan oleh Perseroan melalui Direksi
Perseroan atau dari Pemegang Saham secara langsung.
Dalam hal pengambilalihan saham dilakukan oleh Badan
Hukum, maka Direksi sebelum melakukan perbuatan pengambilalihan saham tersebut
harus didasarkan pada Keputusan Rapat Umum Pemegang Saham yang memenuhi
persyaratan pengambilan keputusan sebagaimana yang diatur dalam Pasal 89 UUPT,
dimana RUPS tersebut harus dihadiri oleh 3/4 (tiga seperempat) bagian dari
jumlah keseluruhan saham dengan hak suara hadir/diwakili dalam RUPS. RUPS ini
baru akan sah apabila rencana akuisisi tersebut disetujui paling sedikit oleh
3/4 (tiga seperempat) bagian dari jumlah suara yang dikeluarkan, kecuali jika
anggaran dasar mengatur kuorum yang lebih besar. Apabila kuorum kehadiran dalam
RUPS pertama tidak tercapai, maka dapat diadakan RUPS kedua, dimana RUPS kedua
tersebut baru dinyatakan sah apabila dalam RUPS tersebut dihadiri paling
sedikit oleh 2/3 (dua sepertiga)bagian dari jumlah seluruh saham dengan hak
suara hadir/diwakili dalam RUPS. Keputusan RUPS baru dikatakan sah apabila
keputusan atas rencana akuisisi tersebut disetujui oleh 3/4 (tiga seperempat)
bagian dari jumlah suara yang dikeluarkan, kecuali jika anggaran dasar PT
mengatur kuorum yang lebih besar. Ketentuan penyelenggaraan kuorum RUPS
tersebut juga berlaku bagi Perseroan Terbuka sepanjang tidak diatur lain di
dalam Peraturan Perundang-Undangan dalam bidang Pasar Modal.
Dalam hal pengambilalihan dilakukan oleh Direksi,
pihak yang mengambilalih harus menyampaikan maksudnya untuk melakukan
pengambilalihan tersebut kepada Direksi Perseroan yang diambilalih, dimana
pihak yang akan mengambilalih tersebut adalah perseroan atau badan hukum lain
yang bukan perseroan atau perseorangan. Dalam hal pengambilalihan dilakukan
oleh Direksi, maka pihak yang akan mengambilalih dan perseroan yang akan
diambilalih dengan persetujuan komisaris masing-masing Perseroan menyusun
rancangan pengambilalihan yang memuat sekurang-kurangnya hal-hal sebagai
berikut :
1. Nama dan
tempat kedudukan dari Perseroan yang akan diambilalih dan perseroan yang akan
mengambilalih.
2. Alasan serta
penjelasan Direksi Perseroan yang akan mengambilalih dan Direksi Perseroan yang
akan diambilalih.
3. Laporan
Keuangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 66 ayat (2) UUPT untuk tahun buku
terakhir dari Perseroan yang akan mengambilalih dan Perseroan yang akan
diambilalih.
4. Tata cara penilaian
dan konversi saham dari perseroan yang akan diambilalih terhadap saham
penukarnya apabila pembayaran pengambilalihan dengan saham.
5. Jumlah saham
yang akan diambilalih.
6. Kesiapan
pendanaan.
7. Neraca
konsolidasi performa Perseroan yang akan mengambilalih setelah pengambilalihan
yang disusun sesuai dengan prinsip akuntasi yang berlaku umum di Indonesia.
8. Cara
penyelesaian hak Pemegang Saham yang tidak setuju terhadap pengambilalihan.
9. Cara
penyelesaian status, hak dan kewajiban anggota Direksi, Komisaris dan Karyawan
Perseoran yang diambilalih.
10. Perkiraan
jangka waktu pelaksanaan pengambilalihan, termasuk jangka waktu pemberian kuasa
pengalihan saham dari Pemegang Saham kepada Direksi Perseroan.
11. Rancangan
perubahan Anggaran Dasar Perseroan hasil pengambilalihan jika ada.
Apabila pengambilalihan saham tersebut dilakukan
langsung dari Pemegang Saham maka ketentuan Pasal 125 ayat (5) dan (6) UUPT
diatas, tidak berlaku. Dengan demikian, pengambilalihan saham perseroan lain
secara langsung dari Pemegang Saham tidak perlu didahului dengan membuat
rencangan pengambilalihan. Kedua belah pihak langsung melakukan perundingan dan
kesepakatan oleh pihak yang akan mengambilalih dengan Pemegang Saham. Walaupun
demikian, Pengambilalihan Saham secara langsung ini tetap wajib memperhatikan
Anggaran Dasar Perseroan yang diambilalih tentang pemindahan hak atas saham dan
perjanjian yang telah dibuat oleh Perseroan dengan pihak lain.
D. HAK-HAK
PEMEGANG SAHAM MINORITAS DALAM PENGAMBILALIHAN
Apabila ada Pemegang Saham yang tidak setuju dengan
adanya pengambilalihan Perseroan, padahal RUPS dengan suara mayoritas tertentu
telah memutuskan untuk melakukan pengambilalihan, maka pemegang saham tersebut
oleh hukum diberikan suatu hak khusus yang disebut dengan Appraisal Right.
Appraisal Right adalah Suatu hak yang dimiliki oleh
Pemegang Saham yang tidak setuju terhadap pengambilalihan tetapi mereka kalah
suara dalam forum RUPS atau tindakan corporate lainnya untuk menjual
saham yang dipegangnya kepada Perseroan yang bersangkutan, sedangkan Perseroan
yang menerbitkan saham tersebut wajib membeli kembali saham Perseroan yang
diterbitkan tersebut dengan harga yang wajar.
Pasal 126 ayat (1) UUPT menentukan bahwa perbuatan
hukum pengambilalihan tersebut wajib memperhatikan kepentingan :
1. Perseroan,
Pemegang Saham Minoritas, Karyawan Perseroan;
2. Kreditor dan
mitra usaha lainnya dari Perseroan;
3. Masyarakat
dan persaingan sehat dalam melakukan usaha.
Menurut ketentuan Pasal 125 ayat (3) UUPT dijelaskan
bahwa walaupun pemegang saham minoritas tersebut memiliki hak appraisal, namun
pelaksanaan tersebut tidak menghentikan proses pelaksanaan pengambilalihan,
dimana pemegang saham tersebut hanya memiliki hak untuk menuntut agar Perseroan
membeli saham yang mereka miliki sesuai dengan harga yang wajar sebagaimana
yang dimaksud dalam Penjelasan Pasal 123 ayat (2) huruf c jo. Pasal 125
ayat (6) huruf d UUPT.
E. LEGAL
DUE-DILIGENCE OF ACQUISITION
Legal Due-Diligence diperlukan dan dilakukan sebagai upaya untuk
mendapatkan data objektif berkaitan dengan suatu rencana transaksi. Menurut
Prof. Felix Oentoeng Soebagjo, dalam transaksi terkait dengan pengambilalihan
saham, aspek Legal Due-Diligence yang dilakukan dengan menganalisa
aspek-aspek berikut :
1. Hambatan dan
batasan yang ada atau yang mungkin timbul terhadap rencana pengambilalihan
saham dilihat dari peraturan perundang-undangan yang berlaku, anggaran dasar,
perijinan, perjanjian dan perkara yang dihadapi.
2. Akibat hukum
dari pengambilalihan saham terhadap pihak-pihak yang bertransaksi.
3. Struktur
permodalan dan Pemegang Saham sebelum dan sesudah pengambilalihan saham dari
perusahaan yang diambilalih yang menunjukan siapa yang menjadi pihak
pengendali.
4. Aktiva dan
Passiva dari perusahaan yang diambilalih (apabila ada).
5. Tindakan
korporasi dan persetujuan-persetujuan yang diperlukan untuk melaksanakan
transaksi pengambilalihan saham.
6. Keabsahan
pemilikan saham oleh penjual dan pembebanan atas saham (bila ada); dan
7. Syarat dan
ketentuan penting dalam perjanjian pengambilalihan saham.
Prosedur pengambilalihan (akuisisi)
saham perseroan terbatas wajib tunduk pada ketentuan tentang akuisisi saham
sebagaimana diatur dalam Undang-undang No. 40 Tahun 2007 tentang Perseroan
Terbatas, yang antara lain mengatur:
1. Akuisisi
saham wajib memperhatikan ketentuan pemindahan hak atas saham dalam Anggaran
Dasar, serta mendapat persetujuan rapat Umum Pemegang Saham (RUPS). RUPS wajib
dilakukan paling lambat 30 9tiga puluh) hari setelah pengumuman.
2. Direksi
perseroan yang akan melakukan akuisisi wajib mengumumkan ringkasan rancangan
paling sedikit dalam 1 (satu) surat kabar dan mengumumkan secara tertulis
kepada karyawan dari perseroan dalam waktu paling lambat 30 hari sebelum
pemanggilan RUPS.
3. Kreditor
dapat mengajukan keberatan kepada perseroan dalam waktu paling lambat 14 hari
setelah pengumuman mengenai akuisisi sesuai dengan rancangan dimaksud. Apabila
kreditor tidak mengajukan keberatan dlm jangka waktu tersebut maka kreditor
dianggap mneyetujui akuisisi. dalam hal kebeartan dari kreditor sampai dengan
tanggal diselenggarakannya RUPS tidak dapat diselesaikan oleh Direksi perseroan
maka keberatan tersebut harus disampaikan dalam RUPS guna mendapat
penyelesaian. Sebelum keberatan ini diselesaikan maka akuisisi tidak dapat
dilaksanakan.
4. Akta pemindahan
hak atas saham wajib dinyatakan dengan akta notaris dan dalam bahasa Indonesia.
5. Salinan dari
kata pemindahan hak atas saham wajib dilampirkan pada penyampaian pemberitahuan
kepada Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia tentang perubahan Struktur Pemegang
Saham Perseroan.
6. Direksi
perseroan wajib mengumumkan hasil akuisisi dalam 1 surat kabar atau lebih dalam
jangka waktu paling lambat 30 hari sejak tanggal pemberitahuan kepada Menteri
Hukum dan Hak Asasi Manusia ataus ejak tanggal persetujuan perubahan Anggaran
Dasar oleh Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia
Catatan:
a. Akuisisi
saham efektif pada saat persetujuan perubahan anggaran Dasar perseroan
diperoleh dari Menkumham (bila akuisisi menyebabkan perubahan Anggaran Dasar).
namun bila akuisisi tidak menyebabkan perubahan Anggaran dasar maka akuisisi
akan mejadi efektif pada saat Anggaran Dasar Perseroan didaftarkan.
b. Peraturan lain terkait adalah Peraturan Pemerintah No.
27 Tahun 1998 tentang Merger, Konsolidasi dan Pengambilalihan.