Simply Me

Simply Me

Wednesday 13 June 2012

MERGER


MERGER
(Penggabungan)


A.        PENDAHULUAN

Dalam aksi korporasi, hukum bisnis Indonesia mengenal adanya beberapa tindakan korporasi diantaranya adalah Akuisisi (pengambilalihan), Merger (penggabungan), Konsolidasi (peleburan), dan Pemisahan (splitting) (selanjutnya disebut sebagai “AMKP”). Pada umumnya suatu perusahaan melakukan salah satu tindakan tersebut untuk tujuan restrukturisasi perusahaan, ekspansi perusahaan, ataupun untuk memenuhi Peraturan perundang-undangan.

Namun, banyak dari perusahaan di Indonesia melakukan tindakan-tindakan tersebut di atas terlebih untuk menghindari terjadinya permasalahan-permasalahan keuangan yang terus-menerus mengalami kerugian. Dan biasanya, Akuisisi (pengambilalihan), Merger (penggabungan), Konsolidasi (peleburan) dikelompokan menjadi bagian yang terpisah dari Pemisahan. Hal tersebut dikarenakan Akuisisi, Merger, dan Konsolidasi dilakukan untuk tujuan yang lebih besar dengan cara memperbesar asset atau ekspansi, sedangkan Pemisahan dilakukan semata-mata hanya untuk perampingan asset atau kegiatan usaha perusahaan agar lebih efisien dari keadaan sebelumnya.


B.        DEFINISI UMUM MERGER

Ketentuan dan definisi mengenai AMKP ini telah diatur dalam Pasal 122 Undang-undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas[1]. Dengan keberadaan Perseroan Terbatas tersebut dalam dunia usaha sangatlah penting dalam kegiatan pembangunan ekonomi dunia dalam arus globalisasi dan liberalisasi perekonomian. Oleh karena itu, Pemerintah melakukan suatu suatu bentuk dukungan dan memfasilitasi akan realisasi pertumbuhan perekonomian Indonesia dengan membentuk suatu peraturan-peraturan yang akan menjadi wadah dan pedoman dalam melakukan tindakan korporasi Merger ini[2].

Merger adalah proses difusi atau penggabungan dua perseroan dengan salah satu diantaranya tetap berdiri dengan nama perseroannya sementara yang lain lenyap dengan segala nama dan kekayaannya dimasukan dalam perseroan yang tetap berdiri tersebut[3]. Merger dalam bahasa Inggris berarti “Penggabungan”, sedangkan dalam bahasa Latin berarti “bergabung bersama, menyatu, atau berkombinasi yang menyebabkan hilangnya identitas karena terserap sesuatu”.

Sehingga berdasarkan pernyataan tersebut diatas, Merger berarti adalah suatu tindakan ekspansi perusahaan atau restrukturisasi perusahaan melalui cara yaitu menggabungkan dua perusahaan atau lebih dimana hanya ada satu perusahaan dan salah satu perusahaan yang menggabungkan diri menjadi bubar karena hukum tanpa likuidasi terlebih dahulu.

Menurut M.E. Hitt[4], Merger merupakan suatu strategi bisnis yang diterapkan dengan menggabungkan antara dua atau lebih perusahaan yang setuju menyatukan kegiatan operasionalnnya dengan basis yang relative seimbang karena mereka memiliki sumber daya dan kapabilitas yang secara bersama-sama dapat menciptakan keunggulan kompetitif yang lebih kuat.

Banyak hal dalam mendefinisikan Merger ini terhadap suatu tindakan korporasi yang notabene makna dan tujuannya tersebut adalah sama diataranya:

Menurut Investopedia[5]:

“The combining of two or more companies, generally by offering the stockholders of one company securities in the acquiring company in exchange for the surrender of their stock.”

“Basically, when two companies become one. This decision is usually mutual between both firms.”

Terjemahan bebas:
                  
“Suatu kombinasi dari dua atau lebih perusahaan, yang pada umumnya dengan menawarkan para pemegang saham satu perusahaan efek pada perusahaan yang mengambilalih dengan imbalan penyerahan saham mereka."
           
"Pada dasarnya, ketika kedua perusahaan menjadi satu, keputusan ini biasanya saling menguntungkan kedua perusahaan.”
 
Menurut Black’s Law Dictionary:

“The fusion or absorption of one thing or right into another; generally spoken of a case where one of the subjects is of less dignity or importance than the other. Here the less important ceases to have an independent existence[6] . . . .”

Terjemahan bebas:

“Suatu penyatuan atau penggabungan sesuatu hal atau hak kepada yang lainnya; pada umumnya membicarakan mengenai suatu hal tertentu dimana suatu subjek tertentu adalah lebih rendah kedudukannya atau lebih rendah kepentingannya dari pada yang lain. Dalam hal ini suatu kepentingan yang lebih rendah tersebut tidak dapat lagi memiliki eksistensi yang independen. . . .”

Menurut para pakar:

Merger adalah penggabungan dua perusahaan menjadi satu, dimana perusahaan yang menggabungkan diri mengambil/membeli semua aset dan kewajiban/liabilities perusahaan yang menerima Merger tersebut. Dengan begitu perusahaan yang melakukan Merger memiliki paling tidak 50% saham dan perusahaan yang menerima Merger berhenti beroperasi dan pemegang sahamnya menerima sejumlah uang tunai atau saham di perusahaan yang baru[7].
 
Menurut Undang-undang dan Peraturan Pemerintah:

Undang-undang Nomor 40 Tahun 2007 Pasal 1 angka 9[8]:
Merger adalah perbuatan hukum yang dilakukan oleh 1 (satu) perseroan atau lebih untuk menggabungkan diri dengan perseroan lain yang telah ada yang mengakibatkan aktiva dan pasiva dari perseroan yang menggabungkan diri tersebut beralih karena hukum kepada perseroan yang menerima penggabungan dan selanjutnya status badan hukum perseroan yang menggabungkan diri tersebut berakhir karena hukum.

Peraturan Pemerintah Nomor 27 tahun 1998[9]:
Merger dapat diartikan adalah suatu perbuatan hukum yang dilakukan oleh satu perseroan atau lebih untuk menggabungkan diri dengan perseroan lain yang telah ada dan selanjutnya perseroan yang menggabungkan diri menjadi bubar.

Peraturan Pemerintah Nomor 57 tahun 2010 Pasal 1 angka1[10]:
Merger dapat diartikan sebagai suatu perbuatan hukum yang dilakukan oleh satu atau lebih badan usaha untuk menggabungkan diri dengan badan usaha lainnya yang telah ada yang mengakibatkan aktiva dan pasiva dari badan usaha yang menggabungkan diri menjadi beralih karena hukum kepada badan usaha yang menerima penggabungan dan selanjutnya status badan usaha yang melakukan penggabungan menjadi berakhir karena hukum.

Namun ternyata, apabila kita merujuk kembali kepada ketentuan PP No. 57 tahun 2010 Pasal 1 angka 1 di atas bila dibandingkan dengan Pasal 1 angka 6[11], pengertian badan usaha adalah perusahaan atau badan usaha baik yang berbentuk badan hukum maupun bukan badan hukum yang menjalankan suatu bentuk kegiatan yang bersifat tetap dan terus-menerus dengan tujuan untuk memperoleh laba. Ini berarti, pada istilah badan hukum, ternyata kegiatan usaha Merger dapat dilakukan oleh perusahaan (badan usaha) yang berbadan hukum seperti Perseroan Terbatas (PT), Koperasi, dan perusahaan bukan badan hukum seperti perusahaan perseorangan (UD dan PD), atau perusahaan persekutuan (CV dan Firma). Dan tentu saja Merger tersebut hanya bias dilakukan terhadap perusahaan yang sejenis, seperti Merger PT dengan PT, Koperasi dengan Koperasi, dan sejenisnya.    

Kita dapat melihat bahwa pada pokoknya tindakan korporasi Merger ini dilakukan untuk tujuan-tujuan dan alasan pengembangan usaha serta mempertahankan eksistensi perusahaan itu sendiri agar lebih berkembang. Adapun alasan-alasan pokok yang mendasari perusahaan dalam melakukan Merger sebagai berikut[12]:

1.            Pertumbuhan atau diversifikasi
Perusahaan yang menginginkan pertumbuhan yang cepat, baik ukuran, pasar saham, maupun diversifikasi usaha dapat melakukan Merger. Perusahaan tidak memiliki resiko adanya produk baru. Selain itu, jika melakukan ekspansi dengan merger, maka perusahaan dapat mengurangi perusahaan pesaing atau mengurangi persaingan.
 
2.           Sinergi
Sinergi dapat tercapai ketika merger menghasilkan tingkat skala ekonomi (economies of scale). Tingkat skala ekonomi terjadi karena perpaduan biaya overhead meningkatkan pendapatan yang lebih besar daripada jumlah pendapatan perusahaan ketika tidak Merger. Sinergi tampak jelas ketika perusahaan yang melakukan Merger berada dalam bisnis yang sama karena fungsi dan tenaga kerja yang berlebihan dapat dihilangkan.

3.            Meningkatkan dana
Banyak perusahaan tidak dapat memperoleh dana untuk melakukan ekspansi internal, tetapi dapat memperoleh dana untuk melakukan ekspansi eksternal. Perusahaan tersebut menggabungkan diri dengan perusahaan yang memiliki likuiditas tinggi sehingga menyebabkan peningkatan daya pinjam perusahaan dan penurunan kewajiban keuangan. Hal ini memungkinkan meningkatnya dana dengan biaya rendah.

4.            Menambah ketrampilan manajemen atau teknologi
Beberapa perusahaan tidak dapat berkembang dengan baik karena tidak adanya efisiensi pada manajemennya atau kurangnya teknologi. Perusahaan yang tidak dapat mengefisiensikan manajemennya dan tidak dapat membayar untuk mengembangkan teknologinya, dapat menggabungkan diri dengan perusahaan yang memiliki manajemen atau teknologi yang ahli.

5.            Pertimbangan pajak
Perusahaan dapat membawa kerugian pajak sampai lebih 20 tahun ke depan atau sampai kerugian pajak dapat tertutupi. Perusahaan yang memiliki kerugian pajak dapat melakukan akuisisi dengan perusahaan yang menghasilkan laba untuk memanfaatkan kerugian pajak. Pada kasus ini perusahaan yang mengakuisisi akan menaikkan kombinasi pendapatan setelah pajak dengan mengurangkan pendapatan sebelum pajak dari perusahaan yang diakuisisi. Bagaimanapun Merger tidak hanya dikarenakan keuntungan dari pajak, tetapi berdasarkan dari tujuan memaksimisasi kesejahteraan pemilik.

6.            Meningkatkan likuiditas pemilik
Merger antar perusahaan memungkinkan perusahaan memiliki likuiditas yang lebih besar. Jika perusahaan lebih besar, maka pasar saham akan lebih luas dan saham lebih mudah diperoleh sehingga lebih likuid dibandingkan dengan perusahaan yang lebih kecil.

7.            Melindungi diri dari pengambilalihan
Hal ini terjadi ketika sebuah perusahaan menjadi target pengambilalihan yang tidak bersahabat. Pelaku Merger mengakuisisi perusahaan lain, dan membiayai pengambilalihannya dengan hutang, karena beban hutang ini, kewajiban perusahaan menjadi terlalu tinggi untuk ditanggung oleh perusahaan yang menerima Merger.

Dari keseluruhan definisi dan alasan di atas, definisi Merger ini dipandang oleh Brian Coyle[13] memiliki definisi yang luas dan sempit. Dalam definisi luas, Merger menunjuk pada setiap bentuk pengambilalihan suatu perusahaan oleh perusahaan lain, pada saat kegiatan usaha dari kedua perusahaan tersebut disatukan. Sedangkan dalam definisi sempit merujuk pada kedua perusahaan dengan ekuitas yang hamper sama, menggabungkan sumber-sumber daya yang ada pada perusahaan menjadi satu bentuk usaha.


C.           KONSEP MERGER TERHADAP HUTANG DAN MODAL

Secara konseptual, Merger dapat di simulasikan sebagai berikut:

PT X ----------> PT Y = PT Y

Dari simulasi tersebut, dapat digambarkan bahwa setelah PT X bergabung dengan PT Y, maka eksistensi dari PT X berakhir dengan sendirinya karena hukum dan hanya ada satu eksistensi dari suatu badan usaha tersebut yaitu hanya ada eksistensi PT Y. Dengan terjadinya suatu proses tersebut, maka seluruh aktiva (Modal) dan pasiva (Hutang) miliki PT X beralih menjadi miliki PT Y.

Dari apa yang disumulasikan pada bagian tersebut di atas, Tri Budiyono dalam bukunya (Hukum Perusahaan)[14], terdapat beberapa unsur esensial terhadap Merger tersebut diantaranya:

1.      Merger merupakan suatu perbuatan hukum dimana perbuatan hukum tersebut melahirkan akibat hukum berupa hak dan kewajiban;

2.        Merger dilakukan oleh karena ha penting yang pada dasarya meliputi keseluruhan aktiva dan pasiva;

3.    Merger hanya menyisakan satu badan usaha yang tetap ada, sedangkan keberadaan dari badan usaha lain setelah melakukan penggabungan menjadi berakhir karena hukum.


D.       AKIBAT HUKUM DAN KLASIFIKASI MERGER

AKIBAT HUKUM MERGER[15]

Sudah pasti dari perbuatan hukum Merger ini akan mengakibatkan akibat hukum yang apabila diklasifikasikan, maka akibat hukumnya adalah sebagai berikut:

1.        Akibat hukum terhadap aktiva dan pasiva

Terhadap aktiva dan pasiva perusahaan yang menggabungkan diri, demi hukum akan beralih keseluruhannya kepada perusahaan yang menerima penggabungan.

2.        Akibat hukum kepada pemegang saham

Pemegang saham dari perusahaan yang menggabungkan diri, karena hukum menjadi pemegang saham perseroan yang menerima penggabungan.

3.        Akibat hukum pada perusahaan yang menggabungkan diri

Merger suatu perusahaan akan membawa implikasi terhadap perusahaan yang sebelumnya ada dan terlibat dalam proses penggabungan diri, yaitu:

a)        Perusahaan yang menggabungkan diri berakhir demi hukum sejak tanggal terjadinya penggabungan mulai berakhir;

b)  Perseroan yang menerima penggabungan, eksistensi atau keberadaan hukumnya tetap dipertahankan.


KLASIFIKASI MERGER[16]

Secara teoritis, Merger dapat diklasifikasikan sebagai berikut:

1.        Merger Horizontal (Horizontal Merger)

Merger horizontal merupakan penggabungan 2 (dua) perusahaan atau lebih dalam kegiatan usaha yang sama. Misalnya penggabungan 2 (dua) perusahaan atau lebih memiliki kegiatan usaha yang sama dibidang perbankan.

2.        Merger Vertikal (Vertical Merger)

Merger Vertikal merupakan penggabungan 2 (dua) perseroan atau lebih yang memiliki kegiatan usaha dalam jalur hulu-hilir. Maksudnya, antara perusahaan yang menggabungkan diri tersebut terhubung usaha yang bersifat input dan output.

3.        Merger Konglomerat (Conglomerate Merger)

Merger ini merupakan penggabungan 2 (dua) perseroan atau lebih yang tidak memiliki kesamaan bidang usaha. Sehingga aktivitas bisnis tidak terkaitkan sama sekali antara perusahaan yang menggabungkan diri dengan perusahaan yang menerima penggabungan.

4.        Merger Kongentif (Congentif Merger)

Merger Kongentif ini merupakan penggabungan 2 (dua) perseroan atau lebih yang kegiatan usahanya sejenis atau dalam industry yang sama, tetapi tidakmemproduksi barang yang sama dan juga tidak ada keterkaitan input dan output.


E.        TATA CARA PELAKSANAAN MERGER

Dalam melaksanakan Merger, harus tunduk pada ketentuan dan syarat-syarat yang telah ditentukan dalam Undang-undang. Ketentuan mengenai tata cara pelaksanaan Merger ini diatur pada UUPT No. 40 Tahun 2007 Pasal 122 sampai Pasal 133[17]. Adapun tata cara pelaksanaannya sebagaimana diuraikan sebagai berikut:

1.        Direksi Perseroan yang akan menggabungkan diri dan menerima Penggabungan menyusun racangan Penggabungan dan harus mendapatkan persetujuan Dewan Komisaris dari setiap Perseroan selanjutnya diajukan kepada RUPS masing-masing untuk mendapatkan persetujuan.

Adapun rancangan penggabungan tersebut harus memuat:

a.        Nama & tempat kedudukan dari setiap Perseroan yang akan melakukan  Penggabungan;

b.  Alasan serta penjelasan Direksi Perseroan yang akan melakukan penggabungan dan Persyaratan Penggabungan;

c.         Tata cara penilaian dan konversi saham Perseroan   yang menggabungkan diri terhadap saham Perseroan yang menerima Penggabungan;

d.  Rancangan perubahan anggaran dasar Perseroan yang menerima Penggabungan apabula ada;

e.        laporan keuangan yang meliputi 3 tahun buku terakir dari setiap Perseroan yang akan melakukan Penggabungan;

f.         Rencana kelanjutan atau pengakhiran kegiatan usaha dari perseroan yang akan melakukan Penggabungan;

g.        Neraca proforma Perseroan yang menerima Penggabungan sesuai dengan prinsip akuntansi yang berlaku umum di Indonesia;

h.        Cara penyelesaian status, hak dan kewajiban anggota  Direksi, Dewan Komisaris, dan karyawan Perseroan yang akan melakukan Penggabungan diri;

i.          Cara penyelesaian hak dan kewajiban Perseroan yang akan menggabungkan diri terhadap pihak ketiga;

j.         Cara penyelesaian hak pemegang saham yang tidak  setuju terhadap Penggabungan Perseroan;

k.        Nama anggota Direksi dan Dewan Komisaris serta gaji, honorarium dan tunjangan bagi anggota Direksi dan Dewan Komisaris Perseroan yang menerima Penggabungan;

l.          Perkiraan jangka waktu pelaksanaan Penggabungan;

m.       Laporan mengenai keadaan, perkembangan, dan  hasil yang dicapai dari setiap Perseroan yang akan melakukan Penggabungan;

n.        Kegiatan utama setiap Perseroan yang melakukan Penggabungan dan  Perubahan yang terjadi selama tahun buku yang sedang berjalan; dan

o.        Rincian masalah yang timbul selama tahun buku yang sedang berjalan yang mempengaruhi kegiatan Perseroan yang akan melakukan Penggabungan.

2.        Bagi Perseroan tertentu yang akan melakukan Penggabungan perlu mendapat persetujuan terlebih dahulu dari instansi terkait sesuai dengan ketentuan perundang-undangan.

3.        Penggabungan Perseroan wajib memperhatikan kepentingan:

a)        Perseroan, pemegang saham minoritas, karyawan Perseroan;

b)        Kreditor dan mitra usaha lainnya dari Perseroan; dan

c)        Masyarakat dan persaingan sehat dalam melakukan usaha.

4.        Pemegang saham yang tidak setuju terhadap keputusan RUPS mengenai Penggabungan sebagaimana dimaksud diatas hanya boleh melakukan haknya untuk meminta kepada Perseroan agar sahamnya dibeli dengan harga yang wajar.

5.        Keputusan RUPS mengenai Penggabungan Perseroan harus memenuhi jumlah kuorum yang telah ditentukan.

6.        Direksi Perseroan yang akan melakukan Penggabungan wajib mengumumkan ringkasan rancangan paling sedikit dalam 1 (satu) Surat Kabar dan mengumumkan secara tertulis kepada karyawan dari Perseroan yang akan melakukan Penggabungan dalam jangka waktu paling lambat 30 (tigapluh) hari sebelum pemanggilan RUPS. Pengumuman tersebut juga memuat pemberitahuan bahwa pihak yang berkepentingan dapat memperoleh rancangan Penggabungan di kantor Perseroan terhitung sejak tanggal pengumuman sampai tanggal RUPS diselenggarakan.

7.        Rancangan Penggabungan yang telah di setujui RUPS dituangkan ke dalam akta Penggabungan yang dibuat di hadapan notaries dalam bahasa Indonesia.

8.        Salinan akta Penggabungan Perseroan dilampirkan pada:

a)        pengajuan permohonan untuk mendapatkan persetujuan Menteri;

b)        penyampaian pemberitahuan kepada Menteri tentang perubahan anggaran dasar.

9.        Jika Penggabungan Perseroan tidak disertai perubahan anggaran dasar, salinan akta Penggabungan harus disampaikan kepada Menteri untuk dicatat dalam daftar Perseroan.

10.     Direksi Perseroan yang menerima Penggabungan wajib mengumumkan hasil Penggabungan dalam 1 (satu) Surat Kabar atau lebih dalam jangka waktu paling lambat 30 (tigapuluh) hari terhitung sejak tanggal berlakunya Penggabungan,






[1] Lihat Undang-undang Negara Republik Indonesia Nomor 40 tahun 2007, Pasal 122

[2] Peraturan Pemerintah Nomor 27 tahun 1998 tentang Merger, Akuisisi, dan Konsolidasi

[3] http://id.wikipedia.org/wiki/Merger
[4] M.E. Hitt., dkk., “Strategic Management”., South Western College Publishing: 2000

[5] http://www.investopedia.com/terms/m/merger.asp#axzz1sYby4yYr

[6] Brian A. Garner., “Black’s Law Dictionary”, Ninth Edition, Thompson West, 25 June 2009

[7] Brealey, Myers, & Marcus, 1999, Hal. 598

[8] Lihat Undang-undang Negara Republik Indonesia Nomor 40 tahun 2007, Pasal 1 angka 9

[9] Lihat Peraturan Pemerintah Nomor 27 tahun 1998, tentang Penggabungan, Peleburan, dan Pengambilalihan Perseroan Terbatas
[10] Lihat Peraturan Pemerintah Nomor 57 Tahun 2010 Pasal 1 angka 1

[11] Lihat Peraturan Pemerintah Nomor 57 Tahun 2010 Pasal 1 angka 1

[12] Gitman, 2003, Hal. 714-716
[13] Brian Coyle., “Mergers and Acquisitions”, Amacom, New York

[14] Budiyono Tri, S.H., M.Hum., “Hukum Perusahaan”, Griya Media: Februari 2011, Hal. 204-205
[15] M. Yahya Harahap, “Hukum Perseroan Terbatas”, Sinar Grafika: 2009, Hal. 485

[16] Budiyono Tri, S.H., M.Hum., Op. Cit. Hal 208-209
[17] Lihat Undang-undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas.