KEDUDUKAN JOINT
VENTURE AGREEMENT DAN ANGGARAN DASAR JOINT VENTURE COMPANY
Muharyanto[1]
1)
Kedudukan Joint
Venture Agreement
Perjanjian yang
dibuat secara sah berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya,
ketentuan tersebut sebagaimana yang dinyatakan
dalam pasal 1338 ayat 1 KUHPerdata,
disamping itu kententuan tersebut mengisyaratkan bahwa suatu perjanjian
memiliki kekuatan mengikat bagi para pihak yang berjanji (Pacta Sun Servanda) dan menjadi hak serta kewajiban antara para
pihak yang menyetujuinya.
Tidak semua
ketentuan yang ada dalam Joint Venture
Agreement dapat dijabarkan dalam anggaran dasar perseroan terbatas. Hanya
kesepakatan-kesepakatan tertentu, namun
ketentuan yang harus ada dalam anggaran dasar, diantaranya:
a)
Pasal
Maksud dan tujuan (Object of The Joint
Venture) dari perjanjian joint
venture, pasal ini biasanya langsung diadopsi dalam pembuatan anggaran
dasar perseroan terbatas, dimana dalam anggaran dasar perseroan harus
menetapkan tujuan didirikannya perseroan terbatas.[2]
Para pihak harus sudah sangat mengerti dan memahami hak dan kewajiban yang
telah ditentukan berkaitan dengan tujuan joint
venture agreement.
b)
Pasal
Mengatur Pendirian, Permodalan dan kedudukan Joint Venture Company, dalam pasal ini beberapa ketentuan dapat
dimasukan kedalam anggaran dasar perseroan terbatas, dan menjadi kesepakatan
para pihak yang telah tercapai sebelum anggaran dasar dibuat, yaitu mengenai
jumlah modal dan penyertaan saham masing-masing pihak. Nama yang akan digunakan
menjadi nama Persroan Terbatas, tempat alamat perusahaan joint venture yang dipilih menjadi tempat domisili.
c)
Pengalihan
Saham (transfer of share), UUPT
mengatur hal yang sama dalam pengalihan saham serta melakukan beberapa
pembatasan, seperti yang telah diatur dalam Bab III Modal dan Saham. Ketentuan
tersebut antara lain mengenai kepemilikan saham, penyetoran saham, pengalihan
dan pembelian saham, klasifikasi jenis saham, hak suara pemegang saham.[3]
d)
Rapat
Pemegang Saham (Shareholders Meeting), rapat
pemegang saham merupakan mekanisme pengambilan keputusan yang diperjanjikan
dalam joint venture agreement dan
disepakati oleh para pihak, biasanya mengatur cara pelaksanaanya, tempat,
pemanggilan dan waktu. Ketentuan pelaksanaannya harus diatur dan tercantum
dalam anggaran dasar. UUPT mengatur
ketentuan rapat umum pemegang saham dalam Bab VI pasal 75 sampai dengan pasal
91. Rapat Umum Pemengang Saham (RUPS) adalah organ perseroan yang mempunyai
wewenang yang tidak diberikan kepada Direksi dan Dewan Komisaris dalam batas
yang ditentukan dalam undang-undang ini dan atau anggaran dasar. [4]
e)
Pasal
Dewan Komisaris dan Direksi, dalam Joint
Venture Agreement, para pihak memperjanjikan komposisi serta jumlah Dewan
Komisaris dan Direksi. Kewenangan menentukan komposisi dan jumlah Dewan
Komisaris dan Direksi biasanya ditentukan oleh besar kecilnya saham yang
dimiliki para pihak. Semakin besar saham yang miliki maka makin kuat daya tawar
untuk menentukan penempatan orang-orang yang akan menduduki jambatan penting
dalam perusahaan. Klausa yang mengatur Dewan Komisaris dan Direksi dalam Joint Venture Agreement, biasanya
diadopsi dan dimasukan dalam anggaran dasar perusahaan yang akan didirikan.
Hal-hal penting biasanya diatur dalam Joint
Venture Agreement maupun dicantumkan dalam anggaran dasar diantaranya
mengenai mekanisme pengangkatan, pemberhentian, dan penggantian, serta tugas
dan fungsi dari Dewan Komisaris dan
Direksi.
f)
Pembagian
deviden dan rugi (distribution of profit
and losses), pembagian deviden dan resiko kerugian yang diperjanjikan dalam
joint venture agreement biasanya
didasari atas presentase kepemilikan saham. Pembagian deviden ini
dipersyaratkan oleh pasal 15 ayat (1) huruf i UUPT yang menyatakan bahwa dalam
anggaran dasar sekurang-kurangnya memuat cara penggunaan laba dan pembagian
deviden.[5]
Pembagian dan deviden dan hak suara tidak hanya atas dasar presentase
kepemilikan saham, tetapi juga tergantung kepada jenis saham yang miliki,
undang-undang memberikan keleluasaan bagi para pihak untuk menentukan dan
mengaturnya secara jelas dalam anggaran dasar. Sebagaimana yang diatur dalam
pasal 53 UUPT ayat 1 sampai 4.
g)
Pasal
yang berkaitan dengan jangka waktu berdirinya perusahaan joint venture agreement, jangka waktu berdirinya joint venture jika diperjanjikan oleh
para pihak dapat dimasukan dalam anggaran dasar perseroan terbatas untuk
menentukan jangka waktu berdirinya perusahaan perseroan. Pasal 15 ayat 1 huruf
c UUPT menjelaskan, dalam anggaran dasar setidaknya memuat jangka waktu
berdirinya perseroan.
Di dalam joint venture agreement ada beberapa ketentuan yang biasanya tidak
dimuat dalam anggaran dasar perseroan, salah satu penyebabnya adalah Joint Venture Agreement mengatur hak dan
kewajiban para pihak lebih rinci dan luas, sedangkan anggaran dasar mengikuti
standar-standar yang telah ditetapkan.
Walaupun pada
dasarnya, UUPT membuka kemungkinan para pihak untuk memasukan
ketentuan-ketentuan lain yang disepakati asal tidak saling bertentangan dengan
UUPT, sebagaimana diperbolehkan dalam pasal 15 ayat 2 UUPT.
Beberapa
kesepakatan yang biasanya tidak dimasukan di dalam anggaran dasar diantaranya:
1)
Definisi
(contractual definitions), sebuah Joint Venture Agreement membuat pasal
khusus yang menjelaskan pengertian dan istilah melalui sebuah definisi yang
bertujuan untuk menghindari kesalahpahaman atau kesalahan interprestasi maksud
para pihak. Definisi yang disepakati
dalam Joint Venture Agreement
biasanya menjadi rujukan dalam menentukan klausa-klausa perjanjian lain yang
berhubungan. Seperti perjanjian know-how, lisensi, perjanjian pemasaran,
bantuan teknis dan lain-lain.
2)
Klausa
yang berkaitan dengan pengaturan kekayaan intelektual (HAKI), di dalam
perjanjian joint venture, klausa yang
mengatur HAKI adalah sangat penting. Terkadang salah satu pihak dalam Joint Venture Agreement memberikan kontribusi yang besar berupa kekayaan
intelektual, seperti Patent, Merek, Lisensi, Metode Manajemen, Pemasaran dan
Keahlian Produksi (teknis). Semua peralihan hak kekayaan intelektual tersebut
membutuhkan pengaturan dan syarat-syarat tertentu. Perjanjian tersebut biasanya
bukan perjanjian antara salah satu pihak di dalam joint venture agreement, melainkan perjanjian antara salah satu
pihak dengan joint venture company
yang akan didirikan. Joint Venture
Agreement hanya menetapkan adanya persetujuan salah satu pihak untuk
memberikan lisensi, hak merek, paten, bantuan manajemen, keahlian dan
teknologi.
3)
Pasal
yang berkaitan dengan langkah-langkah administratif sebagai upaya untuk
mendirikan perusahaan joint venture.
Dalam ketentuan ini, para pihak menetapkan secara jelas kewajiban-kewajiban
para pihak dalam upaya pendirian perusahaan joint
venture, seperti pengurusan perizinan, tempat, dan lain-lain.
4)
Force
majeur, anggaran dasar
perseroan terbatas tidak memuat klausa force
majeur yang selalu diperjanjikan dalam setiap perjanjian joint venture, baik yang bersifat
nasional maupun internasional. Force
majeur, merupakan mekanisme perlindungan bagi salah satu pihak yang tidak
dapat menjalankan kewajibanya oleh sebab diluar kekuasaannya. Force majeur hanya diatur dalam rezim
hukum perjanjian (law of agreement)
dan tidak diatur dalam hukum perusahaan (company
law).
5)
Pengakhiran
sebagai akibat kelalaian (events of
default), Pengakhiran perjanjian sebagai akibat kelalaian atau kesalahaan
salah satu pihak sangat mungkin terjadi. Untuk itu dalam sebuah Joint Venture Agreement diatur secara
jelas mengenai keadaan kelalaian atau kesalahaan yang dapat mengakibatkan
berakhirnya perjanjian kerjasama. Anggaran dasar tidak mengatur mekanisme
pengakhiran ini, anggaran dasar cenderung hanya memberikan pedoman mengenai
mekanisme pelaksanaan pencapain tujuan perusahaan melalui pengaturan badan
hukumnya, bukan tindakan para pemegang saham atau pengurusnya.
6)
Hukum
yang berlaku (applicable law), perbedaan
asal negara menyebabkan perbedaan sistem hukum yang dianut oleh para pihak
dalam joint venture agreement,
sehingga klausa ini menjadi benar-benar dipertimbangkan secara matang untuk
dapat menentukan hukum mana yang berlaku. Dengan asas freedom of contract para
pihak dengan bebas dapat menentukan hukum mana yang berlaku. Namun dalam
anggaran dasar, ketentuan yang berlaku adalah ketentuan yang ada dalam anggaran
dasar dan tidak bertentangan dengan UUPT, anggaran dasar tidak melihat negara
asal para pihak, perbedaan sistem hukum
atau subjek hukum yang ada dalam perjanjian.
7)
Penyeseleaian
sengketa (resolustion of disputes), persengketaan
dalam sebuah hubungan bisnis sangat mungkin terjadi. Salah satu penyebabnya
adalah adanya perbedaan latar belakang, baik hukum maupun budaya. Joint Venture Agreement yang dibuat oleh
para pihak dijabarkan secara rinci dan luas, termasuk kemungkinan cara-cara
penyelesaian sengketa. Pasal penyelesaian sengketa berisikan pilihan forum atau
lembaga tempat sengketa akan dibawah, apakah melalui peradilan umum diwilayah
domisili perusahaan joint venture,
atau lembaga arbitrase. Anggaran dasar tidak memuat mengenai pilihan hukum dan
pilihan forum bagi para pihak yang bersengketa.
8)
Pasal-pasal
lainnya, isi Joint Venture Agreement
dibuat secara rinci dan komprehensif dengan tujuan mempermudah para pihak
menjalankan joint venture company.
Misalnya pasal Entirety (keseluruhan), severability, Assignability,
confidentiality, disclaimer of agency, miscellaneous.[6]
Joint Venture Agreement seringkali
diikuti oleh perjanjian lainnya yang mendukung Joint Venture Agreement, perjanjian itu sangat penting bagi sebuah
perusahan joitn venture.
Perjanjian-perjanjian pendukung tersebut juga tidak bisa dimasukan dalam
anggaran dasar perseroan terbatas, diantaranya:
a.
License
agreement and use of trademark
b.
Technical
agreement
c.
Assistance
agreement
d.
Loan agreement
e.
Agency agreement
f.
Distribution agreement.[7]
2) Kedudukan Anggaran Dasar
Joint Venture Company yang lahir
karena adanya joint veture agreement yang
dibuat oleh para pihak dalam rangka penanaman modal asing di Indonesia, harus
memiliki badan hukum berbentuk perseroan terbatas. Pembentukan badan hukum
perseroan terbatas tersebut mengikuti persyaratan dan ketentuan yang diatur
dalam Undang-undang Nomor. 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas.
Persyaratan
dan ketentuan untuk mendirikan perusahaan berbadan hukum perseroan terbatas,
dimulai dengan membuat akta pendirian perusahaan perseroan terbatas yang
disahkan oleh pejabat notaris. Akta pendirian tersebut disamping memuat
berbagai persyaratan administrasi lainya, akta harus memuat sebuah Anggaran
Dasar Perseroan Terbatas. Seperti yang diatur dalam pasal 8 UUPT berikut ini:
Pasal 8
(1)
Akta pendirian
memuat anggaran dasar
dan keterangan lain
berkaitan dengan pendirian Perseroan.
(2)
Keterangan lain
sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) memuat
sekurang-kurangnya :
a.
nama lengkap,
tempat dan tanggal
lahir, pekerjaan, tempat
tinggal, dankewarganegaraan pendiri
perseorangan, atau nama,
tempat kedudukan dan alamat
lengkap serta nomor
dan tanggal Keputusan
Menteri mengenai pengesahan badan hukum dari pendiri Perseroan;
b.
nama lengkap,
tempat dan tanggal
lahir, pekerjaan, tempat
tinggal, kewarganegaraan
anggota Direksi dan
Dewan Komisaris yang
pertama kali diangkat;
c.
nama pemegang
saham yang telah
mengambil bagian saham,
rincian jumlah saham, dan
nilai nominal saham
yang telah ditempatkan
dan disetor.
d.
dalam pembuatan
akta pendirian, pendiri
dapat diwakili oleh
orang lain berdasarkan surat
kuasa.[8]
Ketentuan
dalam pasal 8 UUPT tersebut menghendaki adanya kejelasan para pihak yang akan
mendirikan badan hukum perseroan, keterangan-keterangan yang dibutuhkan seperti
nama, identitas, tempat tinggal, serta kewarga negaraan.
Kejelasan
mengenai kewarganegaraan diperlukan sebagai persyaratan, pada dasarnya badan
hukum Indonesia berbentuk perseroan didirikan oleh warga negara Indonesia atau
badan hukum Indonesia. Namun kepada warga negara asing atau badan hukum asing
diberikan kesempatan untuk mendirikan badan hukum di Indonesia yang berbentuk
perseroan, sepanjang undang-undang yang mengatur bidang usaha perseroan
tersebut memungkinkan, atau pendirian perseroan tersebut diatur dengan
undang-undang tersendiri. Dalam hal pendirian adalah badan hukum asing, nomor
dan tanggal pengesahaan badan hukum pendiri adalah dokumen yang sejenis, antara
lain certificate of incorporation.
Anggaran dasar perseroan adalah seperangkat
aturan-aturan mengenai pelaksanaan kegiatan perseroan terbatas sebagai sebuah
badan hukum. Aturan-aturan yang dimuat didalam anggaran dasar menjadi pedoman
bagi sahnya tindakan-tindakan hukum perseroan terbatas, baik tindakan bersifat
internal maupun tindakan hukum dengan pihak ketiga (eksternal).
Tindakan-tindakan
hukum yang dimaksud diantaranya adalah pengangkatan dan pemberhentian Dewan
Direksi, Komisaris, Tindakan-tindakan berkaitan dengan saham (kepemilikan, hak,
penerbitan, pengalihan, jenis dan klasifikasi saham dan lain-lainnya),
permodalan (modal dasar, modal ditempatkan, modal disetor dan penambahan
modal), Mekanisme pengambilan keputusan perusahaan (Rapat umum pemegang saham (RUPS), jumlah kuorum dalam rapat pengambil-an keputusan
dan pembagian deviden.[9]
3)
Struktur
Anggaran Dasar
Secara jelas
tidak ada ketentuan yang mengatur format baku dari anggaran dasar Perseroan
Terbatas, para pihak dalam suatu perjanjian untuk mendirikan badan hukum
perseroan terbatas diberikan kebebasan untuk membuat anggaran dasar dan
menentukan isinya. Namun jika merujuk pengaturan yang ada dalam UUPT, maka
anggaran dasar suatu perseroan memuat hal-hal berikut:
1)
Nama
dan tempat kedudukan perseroan
Perseroan
sebagai sebuah badan hukum (legal entity)
menyandang hak dan kewajiban hukum dan diakui secara hukum.[10]
Oleh karena itu badan hukum perseroan terbatas adalah subjek hukum yang
memiliki kemandirian secara hukum, memiliki harta yang terpisah dari para
pendirinya, anggota atau penanam modal perusahaan tersebut. Sebagai subjek
hukum, Perseroan dikenal melalui sebuah nama dan kedudukannya yang jelas.
Perseroan yang baru akan dibentuk, tidak diperbolehkan memakai sebuah nama yang
telah digunakan oleh pihak lain.
2)
Maksud
dan tujuan dan serta kegiatan usaha perseroan
Badan hukum
perseroan dibentuk dengan tujuan tertentu, yaitu mencapai tujuan bisnis yang
direncanakan, tujuan bisnis akan menunjukan karekteristik perseroan tersebut
karena erat kaitannya dengan peraturan yang berlaku. Maksud dan tujuan
merupakan usaha pokok Perseroan.
Perseroan yang
bertujuan menjadi perseroan terbuka (Tbk), maka peraturan pasar modal menjadi
pedoman bagi perseroan tersebut untuk bertindak atau melakukan kegiatanya,
begitu juga dengan dengan perusahaan yang bertujuan menjalankan investasi yang
masuk dalam daftar investasi khusus, maka perseroan sebagai badan hukum akan
banyak mendasari kegiatannya dengan peraturan dan undang-undang khusus yang
mengatur bidang investasi tersebut.
Di dalam sebuah Joint Venture Agreement untuk mendirikan joint venture company, para pihak menyatakan dengan jelas tujuan
dari kegiatan usaha patungan yang akan dijalankan, dan kemudian tujuan dari
kegiatan yang dijanjikan dalam kontrak tersebut dapat dituangkan dalam sebuah
anggaran dasar sebagai sistem manajemen perseroan terbatas (joint venture company)
3)
Jangka
waktu berdirinya perseroan
Pendirian suatu
perseroan terbatas didasarkan atas perjanjian antara para pihak pendirinya,
dalam perjanjian tersebut dapat ditentukan jangka waktu berakhirnya sebuah perseroan.
Sekalipun dalam perjanjian, para pihak menyatakan jangka waktu pendirian
perseroan adalah sampai waktu yang tidak ditentukan.
Penentuan jangka
waktu pendirian perseroan, tidak bisa terlepas dari beberapa peraturan yang
ada, dan terkait dengan jenis tujuan dan kegiatan perizinan usaha yang
dibutuhkan perseroan dalam menjalankan tujuannya.
4)
Besarnya
modal dasar, modal ditempatkan, dan modal yang disetor.
Di dalam
anggaran dasar harus dinyatakan dengan jelas besarnya modal dasar perseroan,
modal dasar perseroan adalah keseluruhan nominal saham. UUPT pasal 32
memberikan batasan minimal modal dasar perseroan sebesar Rp. 50.000.000,- (lima
puluh juta rupiah), namun untuk jenis usaha tertentu, jumlah modal dasar
perseroan dapat lebih besar jumlahnya, tergantung pada aturan
perundang-undangan yang ada.
Dalam anggaran
dasar, ditentukan secara jelas besarnya jumlah modal yang harus ditempatkan dan
disetor oleh para pihak sesuai dengan kontribusi yang diperjanjikan.
Undang-undang memberikan batasan minimum modal yang harus ditempatkan dan
disetor sebesar 25% (dua puluh lima
perseratus) dari jumlah modal dasar.[11]
Penyetoran atas
modal saham dapat dilakukan dalam bentuk uang dan atau dalam bentuk lainnya.
Dalam hal penyetoran modal dalam bentuk lain, penilaian penyetoran saham
ditentukan dalam nilai wajar yang ditentukan oleh penilai (appraisal) yang indenpenden.
Apabila salah satu pihak menyetorkan modal dalam bentuk benda tidak bergerak,
maka diwajibkan untuk mengumumkan dalam 1 (satu) surat kabar atau lebih, dan
diumumkan dalam waktu 14 hari setelah akta pendirian ditangani atau setelah
RUPS memutuskan penyetoran saham tersebut.[12]
5)
Jumlah
saham, jika diperlukan adanya klasifikasi saham, hak-hak setiap saham, jumlah
nominal setiap saham.
Anggaran dasar
perseroan mengatur mengenai kepemilikan saham dan segala bentuk perubahannya
(pengalihan, penerbitan, penjaminan, dan pembelian). Kepemilikan saham
mengambarkan hak suara bagi pemiliknya untuk menentukan dan mengambil keputusan
perseroan. Di dalam anggaran dasar sebuah perseroan terbatas, saham dapat
ditentukan macam dan jenisnya. Macam, jenis dan nominalnya mempengaruhi hak
pemegangnya.
Saham perseroan
dikeluarkan atas nama pemiliknya, syarat untuk kepemilikan saham yang
dikeluarkan oleh perseroan diatur secara jelas dalam anggaran dasar dan
memperhatikan ketentuan yang ditetapkan oleh instansi yang berwenang dan
udang-undang yang berlaku.
Perseroan
mengeluarkan saham dengan nominal, yang nilainya dicantumkan dalam mata uang
rupiah, saham tampa nilai nominal tidak dapat dikeluarkan oleh perseroan
kecuali ditentukan dalam peraturan perundang-undangan. Saham yang dikeluarkan
dimasukan dalam suatu daftar kepemilikan saham, yang berisi nama, dan alamat
pemegang saham, jumlah, tanggal perolehan saham, dan klasifikasinya jika
mengeluarkan saham lebih dari satu jenis, jumlah yang disetor atas setiap
saham, nama dan alamat yang memiliki hak gadai, fidusia dan tanggal
pendaftarannya dan keterangan bentuk penyetoran saham dalam bentuk lain.[13]
Mengenai
kepemilikan saham, perseroan dilarang mengeluarkan saham untuk dimiliki sendiri
atau dimiliki perseroan lain yang sahamnya secara langsung dan tidak langsung
telah dimiliki oleh perseroan, sebagaimana ditentukan dalam pasal 36 ayat 1
UUPT.
Untuk melindungi
permodalannya, perseroan dapat mengeluarkan ketentuan pembelian kembali saham
yang telah dijual, penjualan saham, penjaminan dan atau gadai saham. berikut
ini salah satu pasal UUPT yang menjelaskan pemindahan hak atas saham:
Pasal 57
(1)
Dalam anggaran
dasar dapat diatur persyaratan mengenai pemindahan hak atas saham, yaitu:
a.
keharusan
menawarkan terlebih dahulu kepada pemengang saham dengan klasifikasi tertentu
atau pemegang saham lainnya;
b.
keharusan
mendapatkan persetujuan terlebih dahulu dari organ perseroan; dan/atau
c.
keharusan
mendapatkan persetujuan terlebih dahulu dari instansi yang berwenang sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.[14]
Daftar
kepemilikan saham, klasifikasi, dan nominalnya haruslah tercatum secara jelas
dalam anggaran dasar. UUPT mengatur secara rinci ketentuan-ketentuan mengenai
saham perseroan.
6)
Nama
jabatan dan jumlah anggota Direksi dan Dewan Komisaris serta mekanisme
pemilihan, penggangkatan, dan pemberhentian.
Anggaran dasar
perseroan terbatas, memuat nama jabatan dan jumlah anggota direksi dan dewan
komisaris, lengkap dengan gambaran lingkup tanggung jawab masing-masing
jabatan. Para pihak dalam joint venture
agreement biasanya sudah menetapkan orang-orang yang akan menempati
jabatan-jabatan tertentu seperti Direksi dan Dewan komisaris. Hak memberikan
nominasi untuk mengisi jabatan Direksi dan Dewan Komisaris dimiliki para pihak
dengan porsi yang berbeda. Pihak yang menjadi pemegang saham mayoritas lebih
memiliki posisi kuat menempatkan orang-orangnya dalam jabatan penting.
Di dalam
anggaran dasar, juga ditentukan secara jelas mekanisme pemilihan,
penggangkatan, dan pemberhentian jabatan-jabatan yang ada dalam perseroan
terbatas, salah satunya melalui RUPS.
7)
Tata
cara penyelenggaraan RUPS
Anggaran dasar
memuat tata cara RUPS secara rinci. Baik dari jangka waktu pemberitahuan kepada
para pemegang saham (pengumuman), tempat rapat, peraturan pengambilan keputusan
dalam rapat (kourum hadir), baik RUPS biasa atau RUPS luar biasa. Tata cara
pelaksanaan RUPS secara rinci disusun dalam anggaran dasar dengan berpedoman
kepada UUPT.
8)
Tata
cara penggunaan laba dan pembagian deviden.
Penyusunan
ketentuan penggunaan laba dan pembagian deviden dalam anggaran dasar tidak
boleh bertentangan dengan ketentuan UUPT. Pasal 70 UUPT memberikan pedoman
sebagai berikut:
Pasal 70
(1)
Perseroan wajib
menyisihkan jumlah tertentu dan laba bersih setiap tahun buku untuk cadangan;
(2)
Kewajiban
penyisihan untuk cadangan sebagaimana dimaksud ayat 1 berlaku apabila perseroan
mempunyai saldo laba yang positif;
(3)
Penyisihan labah
bersih sebagaimana dimaksud pada ayat 1 dilakukan sampai cadangan mencapai
paling sedikit 20% (dua puluh persen) dari jumlah modal yang ditempatkan dan
disetor;
(4)
Cadangan yang
dimaksud pada ayat 1 yang belum mencapai jumlah sebagaimana yang dimaksud pada
ayat 3 hanya boleh dipergunakan untuk menutup kerugian yang tidak dapat
dipenuhi oleh cadangan lain. [15]
Joint venture agreement memiliki
kedudukan yang penting dalam pendirian sebuah joint venture company, prinsip kebebasan berkontrak memungkinkan
para pihak mengatur banyak hal secara rinci, diteil, dan luas.
Kesepakatan-kesepakatan
yang tercipta dalam sebuah joint venture
agreement, dapat dijadikan rujukan dan landasan bagi para pihak untuk
melakukan tindakan hukum lainya, seperti melaksanakan perjanjian-perjanjian
pendukung (License Agreement dan Use of Trademark; Technical Agreement; Assistence
Agreement; Loan Agreement; Agency Agreement; Distribution Agreement).
Joint venture agreement juga dapat
dijadikan acuan dalam membuat draft anggaran dasar sebuah joint venture company. Landasan hukum joint venture angreement dapat dijadikan rujukan membuat anggaran
dasar sebuah joint venture company,
adalah joint venture agreement tunduk pada hukum perjanjian, dimana hukum
perjanjian menentukan bahwa perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai
undang-undang bagi mereka yang membuatnya, dan bagi mereka yang membuat
perjanjian, maka perjanjian memiliki kekuatan mengikat (Pacta Sun Servanda). Perselisahan yang timbul berkaitan dengan isi joint venture agreement, diselesaikan
dengan menggunakan instrumen hukum perjanjian.
Sedangkan
anggaran dasar perseroan adalah ketentuan operasional sebuah perseroan dalam
melakukan tindakan-tindakan hukum. Secara teknis tindakan-tindakan tersebut
diatur oleh rezim hukum perusahaan (company
law), dalam hal ini Udang-undang Nomor 40 Tahun 2007. Anggaran dasar hanya
mengatur kesepakatan teknis perseroan sebagai sebuah badan hukum untuk
melakukan aktivitasnya. Ketentuan ini, memiliki arti bahwa perselisihan yang
timbul dalam aktivitas sebuah badan hukum perseroan terbatas (PT), diselesaikan
dengan menggunakan instrumen anggaran dasar.
[1]
Alumni FHUI 2005
[3] Lihat Bab III Tentang
Modal dan Saham, Undang-undang
Nomor 40 Tahun 2008 Tentang Perseroan
Terbatas.
[4] Lihat pasal pasal 1 ayat 4 dan
pasal 75 ayat 1, Undang-undang Nomor 40 Tahun 2008 Tentang Perseroan Terbatas.
[5] Indonesia, Op. cit., pasal 15 ayat 1 huruf i.
[6] Rai Widjaya, “Merancang Suatu Kontrak”, Edisi Revisi
(Jakarta: Kesaint Blanc, 2007), hal. 121-142.
[7]
Ibid.
[8]Indonesia, Op. cit.,
pasal 8
[9]Lihat Undang-undang Nomor 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas
Bab II Bagian Kedua.
[10]
J. Satrio, Hukum Pribadi, Bagian I
Persoon Alami, (Bandung: Citra Aditya Bakti, 1999), hal 13
[11] Indonesia, Op. cit., pasal 33 ayat 1.
[12] Indonesia, Op. cit., pasal 34.
[13] Lihat Bagian Kelima Tentang
Saham pada Undang-undang Nomor 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas.
[14] Ibid., Pasal 57
[15] Indonesia, Op. cit., pasal 70
No comments:
Post a Comment