Salah satu aksi
korporasi yang cukup sering dilakukan adalah pengambilalihan. Dalam istilah
populernya adalah akuisisi, yaitu setiap perbuatan hukum untuk mengambil alih
seluruh atau sebagian besar saham dan/atau aset dari perusahaan lain. Namun
menurut pengertian UU No.40/2007 tentang Perseroan Terbatas hanya mengisyaratkan
saham yang dapat diambil alih. Jadi, tidak termasuk akuisisi aset atau akuisisi
bisnis lainnya.
Pengambilalihan
yang dilakukan oleh badan hukum yang berbentuk perseroan, maka direksi sebelum
mengambil keputusan melakukan pengambilalihan harus berdasarkan RUPS yang
memenuhi kuorum kehadiran dan ketentuan tentang persyaratan pengambilan
keputusan sebagaimana dimaksud dalam pasal 89 UU No.40/2007 tentang Perseroan
Terbatas. Sedangkan mengenai tentang pengambilalilan yang dilakukan oleh direksi
diatur dalam ayat yang lain.
Proses akuisisi
juga dapat dilakukan dengan melakukan pengambilalihan saham dilakukan dengan
pemegang saham target secara langsung yang dilakukan dengan prinsip “bebas
jual” artinya membebaskan pemagang saham menjual sahamnya dengan bebas, namun
tetap ada batasannya. Batasan yang paling sering adalah Berlaku Hak Tolak
Pertama, serta hanya dijual kepada warga negara Indonesia, lebih khusus lagi bagi
perusahaan yang bukan perusahaan penanaman modal asing .
Beberapa
Bentuk Perusahaan di Indonesia
Dalam UU No. 3
tahun 1982 tentang Wajib Daftar Perusahaan yang dimaksud dengan Perusahaan
adalah setiap bentuk usaha yang menjalankan setiap jenis usaha yang bersifat
tetap dan terus-menerus dan yang didirikan, bekerja serta berkedudukan dalam
wilayah Negara Republik Indonesia, untuk tujuan memperoleh keuntungan dan atau
laba . Bagi Molengraaf definisi itu mungkin sedikit berbeda, perusahaan adalah
keseluruhan perbuatan yang dilakukan secara terus.-menerus, bertindak keluar
untuk mendapatkan penghasilan, dengan cara memperniagakan barang-barang,
menyerahkan barang-barang atau mengadakan perjanjian-perjanjian perdagangan .
Macam-macam
bentuk perusahaan di Indonesia yang terdapat pada lampiran I Keputusan Menteri
Perdagangan No. 1458/Kp/XII/84 serta Bab V pasal 11 sampai dengan pasal 16 UU
No. 3 tahun 1982 tentang Wajib Daftar Perusahaan, adalah sebagai berikut :
1. Perusahaan Perseorangan atau lazim disebut Perusahaan
Dagang merupakan perusahaan yang didirikan oleh satu orang saja sebagai pemodal.
2. Persekutuan Firma ialah setiap persekutuan perdata yang
didirikan untuk menjalankan perusahaan dengan nama bersama, kongsi, serta kerja
sama.
3. Persekutuan Komanditer atau Commanditaire Vennootschap
adalah persekutuan firma yang memiliki satu atau beberapa orang sekutu
komanditer. Sebenarnya ada dua macam sekutu dalam CV, yakni sekutu
komanditer/aktif , serta sekutu komplementer/pasif
4.
Koperasi adalah badan usaha yang beranggotakan
orang-seorang atau badan hukum Koperasi dengan melandaskan kegiatannya
berdasarkan prinsip Koperasi sekaligus sebagai gerakan ekonomi rakyat yang
berdasar atas asas kekeluargaan.
5.
Lain-lain seperti misalnya BUMN (Badan Usaha Milik
Negara). Dalam hal ini pasal 16 UU No. 3 tahun 1982 tentang Wajib Daftar
Perusahaan tidak menyebutkan bahwa perusahaan yang dimaksud adalah BUMN. Dalam
pasal 16 hanya penyebutan perusahaan di luar pasal 11-15, jadi BUMN hanya
sebagai contoh di sini. BUMN adalah badan usaha yang seluruh atau sebagian
besar modalnya dimiliki oleh negara melalui penyertaan secara langsung yang
berasal dari kekayaan negara yang dipisahkan.
6. Yang terakhir adalah Perseroan Terbatas, meskipun dalam
macam-macam perusahaan di UU No. 3 tahun 1982 tidak disebutkan dalam urutan
paling bawah, yakni pasal 13, namun karena ini lebih banyak disinggung porsinya
di sini, maka penempatannya ditaruh di bagian terakhir. Perseroan Terbatas
adalah badan hukum yang merupakan persekutuan modal, didirikan berdasarkan
perjanjian, melakukan kegiatan usaha dengan modal dasar yang seluruhnya terbagi
dalam saham dan memenuhi persyaratan yang ditetapkan dalam Undang-Undang ini
serta peraturan pelaksanaannya .
Peraturan ini
mengandung arti bahwa Perseroan Terbatas sebagai badan hukum yang juga sebagai
perkumpulan modal. Di sini juga tempat melakukan kerja sama yang menghasilkan
badan hukum sebagai suatu ”artificial person”. Sebagai ”artificial person”
pula, perseroan tidak mungkin memilki kehendak sehingga juga tidak dapat
melakukan tindakannya sendiri .
Untuk keperluan itu dikenal adanya tiga organ perseroan, yaitu :
Untuk keperluan itu dikenal adanya tiga organ perseroan, yaitu :
1. Direksi;
2. Komisaris;
3. Rapat Umum Pemegang Saham.
Tinjauan
tentang Pengambilalihan
Biasanya merger,
konsolidasi, maupun akuisisi ditempuh oleh perusahaan-perusahaan besar guna
meningkatkan efisiensi dan kinerja perusahaan, selain itu ada beberapa tujuan
yang lebih spesifik, yaitu :
1. Membeli product lines untuk melengkapi
product lines dari perusahaan yang akan mengambil alih.
2. Untuk memperoleh akses pada teknologi baru
atau lebih baik pada perusahaan yang menjadi objek pengambilalihan.
3. Memperoleh pasar atau pelanggan baru.
4. Memperoleh hak pemasaran atau hak produksi
yang belum dimiliki.
5. Memperoleh kepastian atas pemasokan bahan
baku yang kualitasnya baik yang dipasok perusahaan objek akuisisi.
6. Melakukan investasi atas keuangan
perusahaan yang berlebih dan tidak terpakai.
7. Mengurangi atau menghambat persaingan.
8. Mempertahankan kontinuitas bisnis.
Istilah akuisisi
sendiri berasal dari bahasa Inggris ”acquisition”
yang dalam sering disebut juga dengan “take
over”. Yang dimaksud dengan ”acquisition”
atau ”take over” tersebut ialah
pengambilalihan suatu kepentingan pengendalian perusahaan oleh suatu perusahaan
lain (one company taking over controlling
interest in another company). Ungkapan take over sendiri terdiri dari ”friendly take over” (akuisisi
bersahabat) atau akuisisi biasa, serta “hostile
take over” (akuisisi tidak bersahabat) atau sering diistilahkan sebagai
pencaplokan perusahaan. Pengambilalihan tersebut ditempuh dengan cara membeli
hak suara dari perusahaan (the firm
voting stock) atau dengan kata lain membeli saham dari perusahaan tersebut
.
Hal ini juga
sejalan dengan pasal 125 ayat (1) UU No. 40 tahun 2007 tentang Perseroan
Terbatas yang menerangkan bahwa pengambilalihan dilakukan dengan cara
pengambilalihan saham yang telah dikeluarkan dan/atau akan dikeluarkan oleh
Perseroan melalui Direksi Perseroan atau langsung dari pemegang saham. Hal ini
menguatkan bahwa akuisisi itu adalah akuisisi saham (acquisition of stock) dan bukan akuisisi aset (acquisition of assets).
Dasar
Yuridis Pengambilalihan
Dasar hukum
akuisisi adalah jual beli, di mana perusahaan pengakuisisi akan menerima hak
milik atas saham, dan sebaliknya perusahaan terakuisisi menerima penyerahan hak
atas sejumlah uang harga saham tersebut. Apabila saham tersebut atas nama, maka
penyerahannya dilakukan dengan cessie (hak tagih) sesuai pasal 6 KUH Perdata .
Ketentuan
yuridis secara umum mengenai pengambilalihan atau akuisisi yakni pasal 125 ayat
(2) UU No. 40 tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas yang menjelaskan bahwa
pengambilalihan dapat dilakukan oleh badan hukum atau orang perseorangan. Jika
pengambilalihan dilakukan oleh perseroan, maka keputusan akuisisi harus
mendapat persetujuan dari RUPS . Namun jika pengambilalihan dilakukan melalui
direksi, maka pihak yang akan mengakuisisi menyampaikan maksudnya kepada
direksi perseroan yang hendak diakuisisi .
Ketentuan
lanjutan dalam pasal 125 ayat (7) UU No. 40 tahun 2007 tentang Perseroan
Terbatas menyebutkan bahwa pengambilalihan saham perseroan lain langsung dari
pemegang saham tidak perlu didahului dengan membuat rancangan pengambilalihan
,tetapi dilakukan langsung melalui perundingan dan kesepakatan oleh pihak yang
akan mengambil alih dengan pemegang saham dengan tetap memperhatikan anggaran
dasar perseroan yang diambil alih .
Larangan
dalam Akusisi
Layaknya
peraturan hukum yang lain, maka dalam peraturan mengenai akuisisi terdapat pula
beberapa larangan terkait dengan akuisisi. Karena tidak mungkin aksi korporasi
tersebut menimbulkan kerugian bagi pihak-pihak tertentu, dan sudah menjadi
kewajiban bagi pemerintah untuk melindungi kepentingan semua pihak. Dalam UU.
No. 40 tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas terdapat larangan dalam akuisisi
yang menyebutkan bahwa perbuatan hukum penggabungan, peleburan,
pengambilalihan, atau pemisahan wajib memperhatikan kepentingan pihak-pihak
sebagai berikut :
a. Perseroan, pemegang saham minoritas,
karyawan Perseroan;
b. kreditor dan mitra usaha lainnya dari
Perseroan; dan
c. masyarakat dan persaingan sehat dalam
melakukan usaha.
No comments:
Post a Comment