Restrukturisasi hutang merupakan salah
satu alternatif untuk menyelesaikan kredit macet yang terjadi. Program
Restrukturisasi hutang biasanya diberikan kepada Debitur yang kreditnya macet
bukan karena Debitur tersebut nakal atau sengaja tidak mau membayar Hutangnya
tersebut. Biasanya ada 2 (dua) syarat yang dilihat oleh kreditur untuk
merestrukturisasi hutang Debitur. Yang pertama Debitur tersebut adalah Debitur Bonafide
artinya Debitur tersebut adalah orang yang dikenal dalam dunia usaha dan
kredibilitasnya dapat dipercaya. Syarat yang kedua adalah adanya penilaian dari
kreditur bahwa Usaha Debitur termasuk usaha yang "Going Concern" atau
usaha tersebut masih dianggap berprospek dan menguntungkan untuk tetap
dilanjutkan.
Dalam rangka proses restrukturisasi
hutang, biasanya Kreditur akan memberikan konsesi atau keringanan kepada
Debitur yang diberikan secara bertahap. Adapun bentuk-bentuk konsesi tersebut
antara lain :
1. Perubahan isi perjanjian kredit asal.
Biasanya perubahan ini dalam bentuk perubahan jenis mata uang yang digunakan.
Jika digunakan klausula single curency loan maka biasany dirubah menjadi multi
curency loans . Fasilitas ini diberikan untuk memberikan keringanan jumlah yang
harus dibayar oleh Debitur kepada Kreditur dalam bentuk mata uang asing lainya
yang mempunyai kurs lebih menguntungkan jika di bandingkan dengan nilai mara
uang rupiah;
2. Penurunan tingkat suku bunga dalam hal
Interest basis atau Bunga pokok. Misalnya dari 10% diturunkan menjadi 7,5%;
3. Penurunan tingkat suku bunga dalam hal
Cost basis, yaitu suku bunga yang ada dalam SIBOR atau LIBOR. Contoh : Bunga
LIBOR/SIBOR + Margin 2%,. Dalam hal ini margin sebesar 2% di hapus;
4. Klausula Default Interest besarnya
dikurangi sebagian;
5. Klausula Default Interest besarnya
dikurangi seluruhnya;
6. Bunga yang telah jatuh tempo di hapus
sebagian;
7. Bunga yang telah jatuh tempo di hapus
seluruhnya;
8. Bunga yang belum jatuh tempo di hapus
sebagian;
9. Bunga yang belum jatuh tempo di hapus
seluruhnya;
10. Hutang pokok dihapus sebagian (hair
cut);
11. Resechedulling atas grace periode, yaitu
Debitur tidak wajib membayar hutang pokok terlebih dahulu;
12. Resechedulling Installment yaitu
penjadwalan kembali pembayaran hutang pokok; dan
13. Refinancing atau pengalihan hutang, dari
satu bank ke bank yang lainya.
Restrukturisasi Hutang biasanya dituangkan dalam
bentuk perjanjian. Dalam perjanjian restrukturisasi itulah akan diatur
pola-pola restrukturisi hutang Debitur, beserta tata cara pembayarannya. Dalam
perjanjian restrukturisasi biasanya akan dicantumkan klausula pengaman yang
bertujuan untuk mencegah Debitur kembali wansprestasi atas Perjanjian
Restrukturisai. Klausula pengaman tersebut dinamakan "Recapture Clause".
Klausula ini berisi pernyataan bahwa konsesi-konsesei yang telah diberikan oleh
Kreditur kepada Debitur akan dicabut jika ternyata Debitur melakukan
Wanprestasi lagi atas Perjanjian Restrukturisasi tersebut, dan terhadap Debitur
akan diberlakukan kembali klausula-klausula seperti yang tertera pada
perjanjian kredit awal sebelum restrukturisasi.
Dalam hal setelah dilakukan restrukturisasi hutang,
debitur tetap tidak mampu membayar hutangnya, dan ketidak mampuan tersebut
bukan karena I’tikad yang buruk, maka biasanya hutang tersebut akan
dikonversikan menjadi asset tertentu seperti saham ataupun asset berupa barang
lainnya. Dalam kaitannya dengan hal tersebut dikenal tiga pola penukaran asset
yaitu :
1. Debt to Asset Swap (hutang ditukar dengan asset), pola ini berupa
pembayaran hutang dengan cara debitur menyerahkan asset-aset yang dimilikinya,
diluar asset jaminan kepada kreditur. Dimana nantinya saet-saet tersebut
biasanya akan di lelang oleh Kreditur untuk mendapat pelunasan;
2. Debt to Equity Swap (hutang ditukar dengan saham milik perusahaan yang
berhutang). Pola ini berupa konversi hutang menjadi saham Debitur, sehingga
setelah konversi kreditur akan menjadi pemegang saham debitur; dan
3. Debt to Quasy Equity
Swap (hutang ditukar dengan saham perusahaan
lain yang dipunyai oleh Debitur). Pola ini berupa konversi hutang menjadi
saham-saham di anak perusahaan atau perusahaan terafiliasi Debitur, sehingga
setelah konversi kreditur akan menjadi pemegang saham di anak perusahaan atau
perusahaan afiliasi debitur.
Sumber: Muchammad Alfarisi, SH., M.Hum.
No comments:
Post a Comment