I. Pendahuluan
Krisis keuangan
yang dimulai adanya krisis sub prime mortgage di Amerika, secara tak
langsung memberikan dampak yang luar biasa ke berbagai negara. Walau diharapkan
krisis ini tak terlalu banyak mempengaruhi perusahaan di Indonesia, namun
sedikit banyak perusahaan yang produknya diekspor ke luar negeri telah terkena
dampaknya. Oleh karena itu, perusahaan perlu melakukan restrukturisasi untuk
memperbaiki kinerjanya, agar dapat tetap tumbuh dan berkembang ditengah kesulitan
yang ada.
Restrukturisasi
perusahaan sebetulnya tak harus menunggu perusahaan menurun, namun dapat
dilakukan setiap kali, agar perusahaan dapat bersaing dan tumbuh berkembang.
Dalam keadaan normal, perusahaan perlu melakukan pembenahan dan perbaikan
supaya dapat terus unggul dalam persaingan, atau paling tidak dapat bertahan.
Perusahaan yang tidak melakukan pembenahan dan penyesuaian, dalam kondisi
persaingan yang semakin global, akan terlindas oleh para pesaing.
Restrukturisasi
perusahaan bertujuan untuk memperbaiki dan memaksimalisasi
kinerja perusahaan. Perusahaan melakukan pembenahan supaya segera lepas dari
krisis melalui berbagai aspek. Perbaikan-perbaikan tersebut menyangkut berbagai
aspek perusahaan, mulai dari perbaikan portofolio perusahaan, perbaikan
permodalan, perampingan manajemen, perbaikan sistem pengelolaan perusahaan,
sampai perbaikan sumber daya manusia. Dengan demikian, restrukturisasi
perusahaan merupakan kepentingan semua pihak. Bukan saja pihak manajemen, namun
juga merupakan kepentingan komisaris yang mewakili kepentingan pemegang saham.
Restrukturisasi juga merupakan kepentingan karyawan secara keseluruhan karena
tindakan restrukturisasi akan berdampak pada semua karyawan.
Tulisan ini,
saya kutip dari buku karangan bapak Bramantyo Djohanhadiputro, menyajikan
hal-hal yang perlu diketahui, untuk memperbaiki perusahaan. Pemaparan
restrukturisasi perusahaan ditekankan pada restrukturisasi asset dan
portofolio. Sedang bentuk restrukturisasi lainnya, yaitu restrukturisasi
modal/keuangan dan manajemen/organisasi merupakan upaya pendukung untuk
keberhasilan restrukturisasi asset/portofolio.
II. Alasan restrukturisasi
Alasan suatu
korporasi melakukan restrukturisasi, antara lain:
a. Masalah Hukum/desentralisasi
Undang-undang
no.22/1999 dan no.25/1999 telah mendorong korporasi untuk mengkaji ulang cara
kerja dan mengevaluasi hubungan kantor pusat, yang kebanyakan di Jakarta,
dengan anak-anak perusahaan yang menyebar di seluruh pelosok tanah air.
Keinginan Pemerintah Daerah untuk ikut menikmati hasil dari
perusahaan-perusahaan yang ada di daerah masing-masing menuntut korporasi untuk
mengkaji ulang seberapa jauh wewenang perlu diberikan kepada pimpinan anak-anak
perusahaan supaya bisa memutuskan sendiri bila ada masalah-masalah hukum di
daerah.
b. Masalah Hukum/monopoli
Perusahaan yang
telah masuk dalam daftar hitam monopoli, dan telah dinyatakan bersalah oleh
Komisi Pengawasan Persaingan Usaha (KPPU)/pengadilan, harus melakukan
restrukturisasi agar terbebas dari masalah hukum. Misalkan, perusahaan harus
melepas atau memecah divisi supaya dikuasai pihak lain, atau menahan laju
produk yang masuk ke daftar monopoli supaya pesaing bisa mendapat porsi yang
mencukupi.
c. Tuntutan pasar
Konsumen
dimanjakan dengan semakin banyaknya produsen. Apalagi dalam era perdagangan
bebas, produsen dari manapun boleh ke Indonesia. Hal ini menuntut korporasi
untuk memenuhi tuntutan konsumen, yang antara lain menyangkut :
1) kenyamanan (convenience),
2) kecepatan pelayanan (speed),
3) ketersediaan produk (conformity),
dan
4) nilai tambah yang dirasakan oleh konsumen (added
value).
Tuntutan
tersebut bisa dipenuhi bila perusahaan paling tidak mengubah cara kerja,
pembagian tugas, dan sistem dalam perusahaan supaya mendukung pemenuhan
tuntutan tersebut.
d. Masalah Geografis
Korporasi yang
melakukan ekspansi ke daerah-daerah sulit dijangkau, perlu memberi wewenang
khusus kepada anak perusahaan, supaya bisa beroperasi secara efektif. Demikian
juga jika melakukan ekspansi ke luar negeri, korporasi perlu mempertimbangkan
sistem keorganisasian dan hubungan induk-anak perusahaan supaya anak perusahaan
di manca negera dapat bekerja baik.
e. Perubahan kondisi korporasi
Perubahan
kondisi korporasi sering menuntut manajemen untuk mengubah iklim supaya
perusahaan semakin inovatif dan menciptakan produk atau cara kerja yang baru.
Iklim ini bisa diciptakan bila perusahaan memperbaiki manajemen dan aspek-aspek
keorganisasian, misalnya kondisi kerja, sistem insentif, dan manajemen kinerja.
f. Hubungan holding-anak perusahaan
Korporasi yang
masih kecil dapat menerapkan operating holding system, dimana induk
dapat terjun ke dalam keputusan-keputusan operasional anak perusahaan. Semakin
besar ukuran korporasi, holding perlu bergeser dan berlaku sebagai supporting
holding, yang hanya mengambil keputusan-keputusan penting dalam rangka
mendukung anak-anak perusahaan supaya berkinerja baik. Semakin besar ukuran
korporasi, induk harus rela bertindak sebagai investment holding, yang
tidak ikut dalam aktifitas, tetapi semata-mata bertindak sebagai “pemilik”
anak-anak perusahaan, menyuntik ekuitas dan pinjaman, dan pada akhir tahun
meminta anak-anak perusahaan mempertanggungjawabkan hasil kerjanya dan menyetor
dividen.
g. Masalah Serikat Pekerja
Era
keterbukaan, yang diikuti dengan munculnya undang-undang ketenaga kerjaan yang
terus mengalami perubahan mendorong para buruh untuk semakin berani menyuarakan
kepentingan mereka.
h. Perbaikan image korporasi
Korporasi
sering mengganti logo perusahaan dalam rangka menciptakan image baru, atau memperbaiki
image yang selama ini melekat pada stakeholders korporasi. Sebagai
contoh, beberapa tahun lalu, PT Garuda Indonesia mengganti logo perusahaan
supaya image korporasi mengalami perubahan.
i. Fleksibilitas Manajemen
Manajemen
seringkali merestrukturisasi diri supaya cara kerja lebih lincah, pengambilan
keputusan lebih cepat, perbaikan bisa dilakukan lebih tepat guna.
Restrukturisasi ini biasanya berkaitan dengan perubahan job description,
kewenangan tiap tingkatan manajemen untuk memutuskan pengeluaran, kewenangan
dalam mengelola sumber daya (temasuk SDM), dan bentuk organisasi. PT Kimia
Farma melakukan restrukturisasi organisasi, dengan memisah unit apotik supaya
manajemen menjadi semakin lincah dan fokus beroperasi.
j. Pergeseran kepemilikan
Pendiri korporasi
biasanya memutuskan untuk melakukan go public setelah si pendiri
menyatakan diri sudah tua, tidak sanggup lagi menjalankan korporasi seperti
dulu. Perubahan paling sederhana adalah mengalihkan sebagian kepemilikan kepada
anak-anaknya. Tapi cara ini seringkali tidak cukup.
k. Akses modal yang lebih baik
PT Indosat
menjual sebagian sahamnya di Bursa Efek New York (NYSE) dengan tujuan supaya
akses modal menjadi lebih luas. Dengan demikian, perusahaan tersebut tidak
harus membanjiri BEJ dengan sahamnya setiap kali membutuhkan modal. Sebagai
dampak tindakan ini, struktur kepemilikan otomatis berubah.
III. Jenis restrukturisasi
Pada intinya,
restrukturisasi dapat dikategorikan ke dalam tiga jenis:
a). Restrukturisasi portofolio/asset,
b). Restrukturisasi modal atau keuangan, dan
c). Restrukturisasi manajemen/organisasi.
Restrukturisasi
portofolio merupakan kegiatan penyusunan portofolio perusahaan
supaya kinerja perusahaan menjadi semakin baik. Yang termasuk ke dalam
portofolio perusahaan adalah setiap aset, lini bisnis, divisi, unit usaha atau
SBU (Strategic Business Unit), maupun anak perusahaan. Restrukturisasi
keuangan atau modal adalah penyusunan ulang komposisi modal perusahaan
supaya kinerja keuangan menjadi lebih sehat. Kinerja keuangan dapat dievaluasi
berdasarkan laporan keuangan, yang terdiri dari: neraca, Rugi/Laba, laporan
arus kas, dan posisi modal perusahaan. Berdasarkan data dalam laporan keuangan
perusahaan, akan dapat diketahui tingkat kesehatan perusahaan. Kesehatan perusahaan
dapat diukur berdasar rasio kesehatan, yang antara lain: tingkat efisiensi (efficiency
ratio), tingkat efektifitas (effectiveness ratio), profitabilitas (profitability
ratio), tingkat likuiditas (liquidity ratio), tingkat perputaran
aset (asset turn over), leverage ratio dan market ratio.
Selain itu, tingkat kesehatan dapat dilihat dari profil risiko tingkat
pengembalian ( risk return profile).
Restrukturisasi
manajemen dan organisasi, merupakan penyusunan ulang
komposisi manajemen, struktur organisasi, pembagian kerja, sistem operasional,
dan hal-hal lain yang berkaitan dengan masalah managerial dan organisasi. Dalam
hal restrukturisasi manajemen/organisasi, perbaikan kinerja dapat diperoleh
melalui berbagai cara, antara lain dengan pelaksanaan yang lebih efisien dan
efektif, pembagian wewenang yang lebih baik sehingga keputusan tidak
berbelit-belit, dan kompetensi staf yang lebih mampu menjawab permasalahan di
setiap unit kerja.
Pada dasarnya
setiap korporasi dapat menerapkan salah satu jenis restrukturisasi pada satu
saat, namun bisa juga melakukan restrukturisasi secara keseluruhan, karena
aktifitas restrukturisasi saling terkait. Pada umumnya sebelum melakukan
restrukturisasi, manajemen perusahaan perlu melakukan penilaian secara
komprehensip atas semua permasalahan yang dihadapi perusahaan, langkah tersebut
umum disebut sebagai due diligence atau penilaian uji tuntas perusahaan.
Hasil penilaian ini sangat berguna untuk melakukan langkah restrukturisasi yang
perlu dilakukan berdasar skala prioritasnya. Dari hasil pengalaman, pelaksanaan
restrukturisasi yang berhasil, harus melibatkan dan mendapatkan komitmen dari
semua pihak. Dan akan menjadi lebih rumit, jika perusahaan mempunyai pinjaman
lebih dari satu Bank, karena akan melibatkan rangkaian pembicaraan dan
pertemuan-pertemuan yang melelahkan, namun bukan hal yang tak dapat dilakukan.
Pada akhirnya, kerja sama, niat baik, dan semangat yang harus didukung oleh
semua jajaran di dalam perusahaan (dari karyawan, manajemen, komisaris) serta
dukungan dari stakehoders akan mempengaruhi keberhasilan restrukturisasi
tersebut.
No comments:
Post a Comment